Sempurna! Diana sangat bahagia tinggal bersama dengan Edo. Pak Ali dan Bu Arin juga tipe pendiam sehingga tak pernah menganggu privasi Diana. Sudah sebulan mereka semua tinggal bersama di Lombok. Debur ombak menemani mimpi-mimpi panjang Diana. Belum pernah ia tidur selelap ini.
Diana baru menyadari dunia itu begitu indah jika bersama orang tersayang. Edo yang selalu membangun pertahanan sekuat Tembok Berlin, akhirnya luluh. Ia memang kakak yang penyayang walaupun ia otoriter. Tapi, jauh di lubuk hati Diana, banyak kata yang berlarian. Mengapa? Andaikan. Jika saja...
Tidak ada seorang pun yang mengerti keresahan hati Diana. Masa kecil Diana suram dan penuh hinaan karena Diana anak di luar pernikahan. Hanya Edo yang mengulurkan tangan pada Diana. Hanya Edo yang menganggap Diana itu anak peri hutan, dan bukan onggokan dosa.
"Ada paket untukmu. Aneh, apa kau memberitahu alamat ini ke temanmu?"
Diana menggelengkan kepala. Ia membuka paket tersebut dan terpana. Ada sebuah kartu pos yang bertuliskan: AKU TAHU APA YANG KAU LAKUKAN. RINA.
"Diana, apa yang telah kau lakukan?" Tanya Edo dengan suara panik. Ia menunjuk kotak peti kecil tersebut yang berisi 4 kipas lukis yang tersusun rapi.
Diana ingin waktu berhenti detik ini juga. Atau, ia mati saja saat ini. Ia tak sanggup melihat rasa kecewa yang membanjiri kedua pupil mata berwarna cokelat hangat tersebut. Ia tak sanggup...
"Kak Edo, aku bisa menjelaskannya..."
___
Dear Pembaca,
Apa yang akan kalian lakukan jika seseorang terobsesi dengan diri kalian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H