Uniknya, mimpi-mimpi tersebut terasa begitu nyata. Bram bisa merasakan eratnya pelukan sang gadis. Dan desahan napas sang gadis yang menghangatkan hati Bram. Tapi, gadis itu selalu membisu. Argh, Bram merasa tak waras. Mana mungkin ia pacaran dengan sosok khayalan dalam mimpi? Bram memimpikan untuk menyentuh kulit yang hangat, meniup bulu mata halus yang selalu bergetar itu, dan mendengar suara riang sang gadis.
Apakah Bram mengalami dejavu? Apakah Bram terjebak dengan bayangan masa lampau? Bram sungguh pusing memikirkan gadis tersebut. Ia ingin lepas dari siksaan cinta yang membuat hidupnya selalu resah ketika terbangun dari alam mimpi.
    Bram tersiksa. Ia mulai sulit membedakan antara kenyataan ataukah halusinasi. Ia merasa gadis itu selalu berada di dekatnya. Seringkali ia melihat sosok gadis itu sedang memandang nanar pada dirinya. Tapi, saat ia mengerjapkan mata, sosok gadis itu pun menghilang. Ah...ia harus mengakui mungkin diirinya sudah tak waras atau
Suatu malam Bram bermimpi aneh. Ia mendengar suara halus memanggil-manggil namanya, "Bram! Bram! Kemarilah! Datanglah ke tepi sungai sekarang juga."
Bram merasakan dorongan ganjil untuk mengikuti perintah tersebut. Ia mengambil senter dan segera menyusuri tepi sungai.
Gadis itu ada di dekat semak tempat Bram dulu bersembunyi dan mengintipnya. Malam ini pesona gadis tersebut luar biasa. Kulitnya halus tak bercela. Bibirnya merah pucat. Tapi, binar matanya yang membuat hati Bram tenggelam.
"Akhirnya, kau datang juga," kata gadis itu. "Aku terlampau lama menunggumu hingga aku putus asa. Apakah benar kau akan datang?"
"Mengapa kau berkata begitu? Aku selalu datang mencarimu. Kau yang menghilang dariku. Sebenarnya, siapa dirimu? Namamu pun aku tak tahu. Tapi, aku merasa tak asing pada sosokmu."
Gadis itu tersenyum manis. Ia menempelkan jari telunjuk kanannya di atas bibir Bram dan berbisik, "Sekarang kata-kata tak penting lagi. Kemarilah!"
Bram memeluk gadis tersebut sembari mengerang, "Sudah begitu lama aku merindukanmu. Kau mengerti kan perasaanku."
"Kuharap kau tak menyesal..."