Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor

Pocong Milenial

23 Mei 2024   21:34 Diperbarui: 23 Mei 2024   21:42 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

"Nuri, tunggu. Ini tidak seperti yang kau pikirkan," sanggahku. Aku berusaha melepaskan diri dari Miss Kunti yang terobsesi menciumi keningku. "HEY, DIAM KALIAN. JANGAN REKAM! AWAS KALAU KALIAN UPLOAD INI KE YOUTUBE," ancamanku pada Doni yang terus terbahak dan Rudy, yang tiba-tiba muncul sembari memegang kamera DLSR.

***

"Nak, kemarilah. Bapak mau berbicara," perintah Pak Brata. "Tak mungkin kau terus menjalani kehidupan sebagai pocong. Bapak sangat sayang padamu. Tapi, Bapak merasa sudah saatnya kau pulang. Kau bisa tinggal di alam kubur bersama ibumu. Pak Ustaz berkata ada yang mengganjal hingga kau tak bisa pulang ke tempatmu yang sekarang. Sebenarnya apa yang mengganggu hatimu?"

"Bapak kejam! Padahal aku mulai menikmati kehidupan baruku. Jangan-jangan Bapak mau menikah lagi dengan Bi Tari, janda kembang di kampung kita? Bapak tidak menyayangiku."

"Duh, mengapa kau berpikir begitu?"

"Aku bukan anak kecil. Aku melihat sendiri Bapak masuk ke hotel bersamanya." Setelah berkata begitu, aku melenyapkan diriku dan pergi ke rumah Nuri. Aku dan Nuri sudah berbaikan setelah aku mengirimkan beberapa Bitcoin-ku.

Pak Brata terduduk lemas. Memiliki remaja pria memang tidak mudah. Apalagi jika sudah berbentuk pocong yang terbang ke mana-mana di seluruh area rumah. Sebenarnya, yang tak tertahankan oleh Pak Brata ialah bau kain kafan Rangga. Baunya seperti neraka! Aroma sejuta kambing yang belum mandi. Ia sungguh heran mengapa Nuri, Doni, Rudi, dan teman-teman Rangga lainnya tetap tahan bersamanya? Pak Brata mencium aroma dirinya sendiri. Bau juga? Ia jadi ragu, apakah dirinya atau Rangga yang bau, atau hidung Pak Brata yang bermasalah?

***

"Rangga, kelakuanmu tak lucu. Kau sengaja mencopot bola matamu untuk menakutiku, ya?" Tuduh Nuri jutek.

"Demi Tuhan, aku tak sengaja. Ini copot begitu saja dan menggelinding. Tolong bantu aku mencarinya! Ah, Kocheng oren mengambilnya."

Setelah kehebohan mengejar kucing Nuri yang tambun hingga ke atas genteng rumah, aku berkata dengan sendu, "Nur, jika suatu saat aku menghilang, apakah kau akan tetap mengingatku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun