"Ini hadiah ulang tahun untuk Kakak," kata Lira sembari memberikan sebuah kado berpita biru.
Â
"Terima kasih banyak," sahut Tia dengan senyum manis. "Kakak jangan memberikannya pada orang lain, ya?" "Okay, aku berjanji."
Perayaan ulang tahun Tia yang ke-25 berlangsung dengan meriah. Lira menatap iri kakaknya yang sangat dicintai orangtuanya jauh melebihi dirinya. Hidup Tia begitu sempurna. Ia cantik, pintar, lulusan universitas terkenal, karirnya bagus, dan sebulan lagi ia akan menikah dengan rekan sekerjanya, Mario yang baik hati.
Mengapa semua diraih Tia dengan mudah? Sedangkan semua hal terasa sulit bagi Lira yang rendah diri. Lira merasa sangat menderita melihat Tia yang sangat berbahagia. Andai dirinya ialah Tia yang sangat beruntung dalam hidup. Andai saja Tia tidak ada.Â
***Â
Keesokan paginya, Lira terbangun karena bahunya diguncang-guncangkan oleh wajah ibunya, Bu Maia. Wajah Ibu Maia sembab dengan air mata. "Lira, keluarga kita memperoleh musibah. Tia meninggal dunia. Sepertinya, ia keracunan. Mulutnya berbusa. Sebentar lagi polisi akan memeriksa kita sebagai saksi."Â
Lira terperanjat. "Keracunan? Kemarin malam ia masih baik-baik saja."Â
Ibu Maia mengangguk. "Segeralah kau bersiap-siap. Polisi sedang menunggu kita untuk penyidikan."Â
***Â