"Ke mana Lana? Kau apakan dia?" Tanya Gerard dengan histeris. Ia menggenggam onggokan baju Lana. Sedangkan sang pemilik baju tersebut menghilang begitu saja.
Edwin hanya tersenyum puas, membalikkan tubuh, dan menurunkan jubahnya. Gerald menatap dengan ngeri. Orang-orang yang menyaksikan, panik ketakutan. Mereka tak berani bersuara sepatah kata pun.
Tampak kepala Lana melekat di dalam punggung Edwin. Mimik wajah Lana penuh horor ketika ia menyadari apa yang sudah terjadi. Bibirnya menjerit, tapi tak ada suara yang keluar.
Jika aku tak bisa memilikinya, maka kau pun tak akan bisa. Ternyata aku bisa melakukannya tanpa penyesalan. Dengan hati senang, Edwin merapikan jubahnya dan menghilang. Tak ada bukti apa pun dari kejadian yang mengerikan itu selain onggokan baju Lana dan debu-debu perak di tempat berdirinya Edwin.
***
Myrna membaca surat dari Edwin dengan rasa puas. Tulisan rune kuno itu begitu jelas dan rapi, khas tulisan seorang Edwin yang penuh pertimbangan.
AKU SEDANG MENUJU MARKAS. AKU SUDAH MELAMAR LANA, TAPI IA MENOLAKNYA. MAKA, AKU MENJADIKAN LANA SEBAGAI BAGIAN DARI DIRIKU. WALAUPUN KEJAM, TAPI AKU TERPAKSA MELAKUKANNYA DARIPADA KEKUATANNYA DIMANFAATKAN OLEH PIHAK KEGELAPAN. SEHARUSNYA, AKU LANGSUNG MEMBUNUH LANA SESUAI DENGAN YANG DIPERINTAHKAN GURU. TAPI, AKU TAK SANGGUP. KURASA AKU SUDAH MELAKUKAN YANG TERBAIK BAGI KAMI BERDUA. SEKARANG INI LANA MUNGKIN MEMBENCIKU, TAPI CINTAKU CUKUP UNTUK KAMI BERDUA. KAMI AKAN HIDUP BAHAGIA SELAMANYA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H