"TOLONG! TOLONG!"
Tanganku menggapai-gapai dengan panik. Semoga ada orang di tepi pantai yang bisa melihat lambaian tanganku. Tapi, harapanku sia-sia.
Aku memang bisa berenang. Tapi, terapung berjam-jam di tengah laut tanpa pegangan batang kayu ataupun pelampung, sungguh menguras energi. Aku lelah berjuang melawan arus laut yang cukup kuat dan membiarkan diriku terhanyut semakin ke tengah laut. Taktikku untuk bertahan agar tidak tenggelam ialah dengan merentangkan kedua tanganku ke samping dan membiarkan arus laut mempermainkan nasibku.
Pemandangan di sekitarku begitu indah dengan bentangan laut biru. Bahkan, samar-samar aku bisa melihat karang berwarna-warni di bawah sana. Tapi, sekarang aku tak lagi menikmati keheningan alam yang awalnya menyihirku. Sinar matahari yang terik, menyiksa kulitku dengan kejam dan membakar kerongkonganku.
Kilas balik peristiwa yang menyebabkanku jatuh ke laut, masih terpateri dalam hatiku. Beberapa saat yang lalu, Don mendorongku dari speedboat yang dikemudikan Rio. Dan Rio hanya tertawa terbahak-bahak menertawakanku. Mereka berdua sahabatku. Tapi karena sedang mabuk bir, mereka berdua bertindak impulsif! Don kesal karena aku menolak untuk menjawab pertanyaannya tentang  mengapa aku putus dengan Erni. Aku tahu diam-diam Don jatuh hati dengan Erni yang imut. Tapi, aku memiliki alasan tersendiri untuk menyembunyikan alasan putusnya hubungan cintaku. Erni berhak untuk hidup bahagia dengan pilihannya sendiri. Jika Erni lebih memilih untuk bertunangan dengan duda kaya pilihan orang tuanya, maka aku tak bisa bersikap egois dan memaksanya untuk tetap memilihku. Apalah artinya aku, Tama, sang mantan kekasih, yang belum berpenghasilan stabil. Aku baru saja merintis jualan T-shirt online. Â
Aku tak ingin Don, sahabatku, kecewa ketika mengetahui Erni tidak sepolos yang ia bayangkan. Biarlah ia mengingat Erni dalam kenangan manis.
Bayang-bayang matahari terlukis memanjang di hamparan laut. Entah berapa lama aku terapung di tengah laut. Arus air terasa semakin kuat membawaku semakin ke tengah laut. Pandangan mataku mulai berkunang-kunang. Manusia memang aneh. Manusia tak pernah puas. Aku seringkali merasa depresi dan ingin diriku segera saja mati. Tapi begitu aku menghadapi malaikat maut, aku ingin sekali hidup.
Dalam keadaan setengah sadar, aku merasa diriku dipeluk gadis cantik berambut panjang yang memakai baju selam dan snorkeling. Ia memelukku dan memakaikan rompi pelampung oranye pada diriku.
Untunglah, aku selamat! Tuhan masih menyayangiku dengan mengirimkan sesosok malaikat. Aku berusaha tersenyum pada gadis tersebut. Kemudian, hanya kegelapan yang menghampiriku.
Ketika membuka mata, aku terperangah. Di mana malaikatku?