Lisa menjerit ketika menyadari tangan Soni yang berwarna kebiruan terjulur ke arahnya. Ia berusaha menghindar, tapi tak bisa. Kedua tangan Soni mengurung dirinya hingga punggung Lisa menempel pada dinding. "Sayangku, mengapa kau membuat segalanya begitu susah? Tak bisakah kau bahagia dengan diriku bersamamu?"
Jemari Soni bergemeretak pertanda ia menahan kejengkelan, "Jawablah. Tak bisakah kau menerimaku apa adanya?"
Lisa menggelengkan kepala dan menangis. "Kaaa....Kau sudah mati, Soni. Bagaimana bisa aku menerimanya?"
Hantu Soni mendengus jengkel dan menghilang.
Lisa ingin  berada di rumahnya yang nyaman sekarang ini juga. Persetan dengan segalanya. Ia mengepak ranselnya dan bersiap untuk pulang walaupun sekarang sudah tengah malam.
"Mau ke mana kau?" Tanya Soni. Matanya berkilat tajam. Tak pernah Lisa bermimpi bahwa Soni bisa berwujud hantu seseram ini. Darah bercucuran keluar dari luka-luka yang menganga di sekujur tubuhnya.
"Sarafku tak tahan lagi. Aku akan pulang untuk mengurus pemakamanmu. Kau jangan ganggu aku lagi."
Soni tertawa terkekeh-kekeh. "Bukankah kau mencintaiku?"
Lisa mengernyitkan kening. "Selamat tinggal. Aku memang mencintaimu, tapi kalau kau itu hidup dan bukan hantu."
Soni kembali terkekeh, "Lisa yang kukenal selalu berkepala dingin dan logis. Cobalah keluar dari penginapan ini jika kau bisa."
Lisa menghentakkan kaki yang merupakan kebiasaan buruknya jika ia marah. Kemudian, ia berlalu dari Soni sembari membawa ransel.