Lisa terkejut ketika bahunya diguncang-guncangkan. Ia menengadah dengan mata memicing. Pikirannya belum jernih sepenuhnya. Ada dua orang yang berdiri di hadapannya. Mereka saling menyodokkan siku.
"Bu Lisa, maafkan kami. Pak Soni, suami Ibu tenggelam ditelan ombak. Tim SAR baru saja  menemukan jenazahnya. Kami perlu bantuan Ibu untuk mengenali beliau."
Tidak tampak ekspresi apa pun di wajah Lisa. Pandangan mata Lisa begitu nanar. Semua kehidupan seolah membeku dan mati. Kemudian, ia bangkit berdiri.
Tampak jenazah Soni yang yang ditutupi kain terpal. Seorang petugas SAR menyingkap  sedikit kain tersebut sehingga Lisa dapat melihat wajah Soni. Kemudian, Lisa menatap wajah petugas tersebut dan menganggukkan kepala. Tiba-tiba Lisa merasa kelelahan yang luar biasa. Dan semuanya menjadi gelap.
Â
***
DOK DOK DOK.
DOK DOK DOK.
Lisa mengerang. Bunyi palu berdentam-dentam seolah menghantam kepalanya. Kemudian, ia membuka matanya dan menatap langit-langit kamar. Ia merasa tubuhnya begitu ringan. Ia masih merasa ini semua tak nyata. Ini hanya sebuah mimpi buruk. Tapi, jika ini hanya suatu halusinasi, bagaimana dengan jenazah Soni yang terletak di ruang mayat Rumah Sakit Mawar?
Tiba-tiba Lisa merasakan dahaga yang luar biasa. Tapi, tidak ada setetes air pun di kamar penginapan ini. Ia menekan nomor telepon Room Service, tapi tak berhasil tersambung. Maka, ia beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan mengendap-endap menuju pantry penginapan.
Nikmatnya! Secangkir cokelat panas sungguh kemewahan di tempat creepy ini.
KRIET! KRIET!
Lisa merasa napasnya tercekat ketika pintu pantry terbuka. Dan sesosok pria jangkung masuk.
Tidak mungkin! Itu Soni, suaminya yang sudah mati tenggelam. Lisa sendiri telah memastikannya.
"Sayang, mengapa kau menatapku dengan pandangan seram seperti itu? Kau tak ingin memelukku?" Tanya Soni dengan senyum terkulum.