Joni tak kalah kagetnya.
Bagai keserempet truk gandengan! ketika melihat perempuan yang di hadapannya adalah Jaenab, yang tak lain  adalah mantan kekasihnya dulu.
Perasaan Joni campur aduk antara kaget dan malu, antara nyata dan semu, mendadak langkah kakinya kaku, nyeri seperti nginjek paku.
"iya aku Joni, kamu?, kamu ngapain ada di sini?"
Joni masih belum percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Jaenab yang dulu gadis lugu dan anak dari keluarga terhormat kini berada di tempat maksiat.
Joni lalu menghampiri Jaenab  lebih mendekat dan refleks tangan Joni meraih wajah Jaenab, yang masih terlihat ayu masih sama seperti dulu.
Mungkin karena dorongan rasa  rindu yang menggebu maka hilanglah perasaan malu Joni untuk lebih dekat lagi menatap mantan kekasihnya itu.
"kamu ngapain ada di sini, Nab?" Joni bertanya sekali lagi pada Jaenab dengan mata agak memerah menahan sedih.
Jaenab tertunduk lesu, mencoba menghindari tatapan mata Joni, dan dari kedua matanya terlihat bulir air mata Jaenab menetes mengenai telapak tangan Joni.
Dengan sesengguk-sengguk Jaenab menjawab pelan pertanyaan Joni "iya Mas, seperti yang sekarang kamu lihat, aku berada di tempat ini semua karena ulahmu, setelah kau cemari kebunku lalu kau dengan seenaknya pergi meninggalkanku"
aku menanggung malu Mas, aku benar-benar malu! Seluruh orang di kampungku tau perutku membuncit akibat ulahmu, dan ibu bapak mengusirku dari rumah sebab aku sudah bikin malu nama keluarga, dan saat itu aku bingung harus ke mana? hingga sampailah aku di sini diantar si Jupri, masih teman sekolah kita juga" Jaenab menangis semakin menjadi, dan lalu pergi masuk ke dalam kamar meninggalkan Joni yang masih diam terpaku menahan sedih.
"Mah? Mamah kenapa menangis Mah? ..." tiba-tiba seorang anak perempuan mungil masuk ke kamar menyusul Jaenab yang menelungkup di atas kasur dengan telapak tangan menutupi wajahnya, dan anak itu menarik-narik bahu Jaenab sambil terus bertanya kenapa Mamah menangis?