Lebih lanjut, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melakukan survei yang mendapati ukuran pemilih berumur 17 - 39 tahun diperkirakan mendekati 60 persen dari generasi Z (17-23 tahun) dan generasi millenial (24-39 tahun). Artinya, suara Gen Z dan Millennial akan lebih banyak dalam memilih pemimpin baru nantinya.
Iklim Indonesia kian hari semakin rentan oleh megaproyek pembangunan yang cepat, hingga kerusakan lingkungan benar-benar terlihat. Kebijakan yang diproduksi pemerintah kontraproduktif dari aksi iklim yang disuarakan. Seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) yang malah memperpanjang energi batu bara dengan turunan batu bara sebagai solusi.
Mari amati pasal 9 ayat (1) RUU EBT yang berbunyi "Sumber Energi Baru terdiri atas nuklir; hidrogen; gas metana batu bara (coal bed methane); batubara tercairkan (coal liquefaction); Â batu bara tergaskan (coal gasification); dan Sumber Energi Baru lainnya".
Padahal hasil riset Indonesian Centre For Enviromental Law (ICEL) dari laman resmi CNN, mengatakan gasifikasi batubara sebagai pembangkit listrik malah menghasilkan CO2 dua kali lipat daripada gas alam.
Terlepas dari kebijakan tersebut, permasalahan pembangunan juga perlu menyertai peran masyarakat adat. Pendiri Papua Trada Sampah, Dina Danomira mendesak pentingnya rekognisi (penghargaan) masyarakat adat karena garda terdepan yang menjaga alam Indonesia. Dikarenakan ruang aman bagi masyarakat membantu penjagaan kelestarian alam sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H