Keindahan langit bukan hanya pelangi setelah hujan, di bagian Utara dan Selatan Bumi terdapat fenomena yang dikenal Aurora. Layaknya alunan melodi yang menghiasi pemandangan semesta, Aurora merupakan fenomena alam yang menggabungkan partikel gas Oksigen (O2) maupun Nitrogen (N2) lapisan atmosfer bumi teratas dan partikel listrik, elektron (e) dan proton (p) yang dipantulkan Matahari.
Saat partikel tersebut berbenturan, langit akan memunculkan warna-warni cahaya. Hal lain yang menyebabkan fenomena aurora adalah angin Matahari dan medan magnetik planet Bumi.Â
Cahaya ini akan terlihat menyala-nyala di lapisan ionosfer, yang terletak 80-100 Km dari permukaan bumi. Pada lapisan yang melindungi bumi dari benda langit yang jatuh ini terjadi proses eksitasi.
Eksitasi di sini berasal dari reaksi elektron atau proton yang dihasilkan dari angin atau badai Matahari. Kedua partikel itu dipancarkan dan bertubrukan dengan atom Oksigen atau Nitrogen, lalu terjadi pemindahan energi ke kulit atom luar dan atom menjadi metastabil. Sebab, kulit atom hanya bisa memuat jumlah elektron tertentu saja.
Mengutip kompas.com, selama eksitasi ini energi foton (partikel elementer dalam elektromagnetik) mengikuti prosesnya. Sederhananya, proses eksitasi adalah penambahan energi pada atom yang lebih besar dari kondisi awal atom.Â
Terlepas dari proses pembentukannya, fenomena aurora tidak bisa dilihat di Indonesia, karena berada pada garis lintang rendah.
Selanjutnya, kutub Utara dan Selatan merupakan kawasan magnet bumi yang menjadi salah satu penyebabnya. Istilah Aurora Borealis berasal dari daerahnya, yaitu kutub Utara di Antartika. Sedangkan, di daerah Selatan dikenal dengan Aurora Australis tepat di lepas pantai utara Kanada.
Adapun warna-warna yang muncul adalah warna hijau muda, merah, kuning, hijau, biru dan pink. Jika warna hijau muda merupakan hasil molekul oksigen berjarak 97 Km (60 mil) dari bumi.Â
Warna merah sendiri dari jarak 322 Km (200 mil), sedangkan warna biru atau merah ke ungu-unguan berasal dari nitrogen.
Lebih lanjut, kemunculan aurora terlihat indah di beberapa negara saja, seperti di Trompso, Norwegia; di Kiruna, Swedia; di Lapland, Finlandia; Kanada Utara dan di Alaska, Amerika Selatan.Â
Belakangan, aurora juga tampak di langit Washington dan Inggris Selatan. Sementara pernah terjadi fenomena aurora pada tahun 1859 di Jepang dan Hawaii yang disebut dengan "The Carrington Event". Tidak hanya terjadi di Bumi, aurora juga bisa disaksikan di planet-planet lain, dikutip dari kompas.id, planet Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Merkurius.
Kisah Legenda dan Dampak Bahaya Aurora
Dalam catatan sejarah Romawi Kuno, kata "Aurora" memiliki arti dewi fajar. Cahaya aurora dipercayai sebagai tanda terjadinya perang atau bencana kelaparan.Â
Kata "Borealis" berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti angin utara. Di sisi lain, menurut kepercayaan Suku Maori, Selandia Baru cahaya aurora berguna untuk refleksi.
Adapun, Suku Inuit atau Eskimo percaya jika fenomena alam ini adalah perwujudan roh binatang yang pernah menjadi buruan mereka. Bagi Suku Aborigin, mereka percaya bahwa cahaya tersebut mewakilkan kumpulkan roh anggota suku yang telah tiada.
Keyakinan seperti ini juga hadir di belahan Asia, sebagian masyarakat Jepang dan Cina percaya kalau aurora akan membantu kesuburan dan melancarkan proses kelahiran bayi mereka.Â
Namun begitu, fenomena ini berpengaruh mengganggu jaringan telekomunikasi, arus listrik, satelit dan GPS. Hal ini karena saat proses aurora terjadi menghasilkan gelombang dari bagian spektrum elektromagnetik, badai matahari, dan elektron yang bertabrakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI