Kepentingan pejuang child free mengingatkan wanita juga berhak memilih apa yang dia inginkan. Ternyata memperlihatkan sikap egois pada pikiran mereka. Tentu, pilihan adalah kebolehan dan tidak dilarang.
Satu hal yang salah dalam memilih adalah mempublikasikan. Andai saja, fenomena seperti ini dirasakan sendiri tanpa mengkampanyekan, tidak terjadi berbagai kritik dan penolakan. Alasan traumatik dan menjadi awet lebih muda sepenuhnya tidak salah.
Kiranya, resiko kanker juga akan menghampiri karena reproduksi biologis yang diabaikan. Menjalani hidup dalam hubungan pernikahan, setiap pasangan akan selalu bahagia jika hadir konsep keluarga.
Keluarga tanpa anak bukanlah keluarga, ia akan selalu berposisi sebagai pasangan. Sementara, persiapan sebelum memiliki anak harus dipikirkan. Lagi-lagi stigma negatif atas pilihan seseorang merebak tanpa tahu seluk beluknya.
Kepiawan pasangan akan terlihat ketika mengasuh dan merawat anak, konsekuensi harus diterima keduanya. Masalah rumah tangga harus diputuskan personal, keputusan apapun yang dibuat berfokus membangun tujuan.
Kehendak dan pandangan hidup berbeda-beda tetap berpengaruh di kehidupan sosial. Perspektif masyarakat Indonesia yang skeptis dan kolekif berdampak tekanan sosial yang bertanya-tanya masalah privat.
Semakin besar peradaban intelektual manusia, situasi menghadapi tantangan jaman akan berkembang dan berubah. Over populasi, masalah finansial, material instinct seakan-akan menghancurkan lelaki yang mengimajinasikan hidup sambil melihat tumbuh-kembang anak.
Selayaknya, manusia perlu keseimbangan hidup bukan seolah-olah seimbang dan memburuk atas perilakunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H