Mohon tunggu...
Mohamad Akmal Albari
Mohamad Akmal Albari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Tata Negara

a piece of life, chill out!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Fenomena Transable, Memilih Menjadi Disabilitas Akibat Disforia

18 Januari 2023   01:26 Diperbarui: 18 Januari 2023   01:42 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dengan akal dan tubuh sehat, beberapa orang terlahir dalam kondisi yang tidak sehat di bagian tubuhnya atau dikenal dengan disabilitas. Di pihak lain, ada sekelompok manusia yang mencoba melukai dan mencacatkan diri mereka, padahal memiliki tubuh yang sehat dan bugar.

Kelompok itu diketahui sebagai manusia transable, fenomena manusia yang berubah gender atau transgender juga memiliki kemiripan serupa. Kemudian, apa yang menyebabkan orang-orang bertubuh sehat memilih untuk merubah bentuk tubuh mereka seperti para disabilitas?

Transable adalah perilaku dimana seseorang memiliki badan sehat merubah dirinya menjadi cacat dengan berbagai cara sebagai pilihan hidup.

Penyebab Orang-Orang Memilih Transable

Ketua Riset Studi Narasi Kanada Universitas St. Thomas, Clive Baldwin menjelaskan fenomena transable merupakan masalah neurologis dalam tata letak tubuh manusia dan bukan penyakit mental.

Mengutip nationalpost.com, peneliti di Kanada sudah menemukan dan mewawancarai 37 orang yang diketahui sebagai kelompok transable. Fenomena ini didominasi oleh laki-laki, yang terjadi di negara Jerman, Swiss dan Kanada.

Keinginan yang dituju adalah menjadi cacat, baik menjadi lumpuh, diamputasi, buta dan tuli. Atas kehendak seperti itu mereka merasakan kebahagiaan atas dirinya yang memilih untuk menjadi disabilitas.

Salah seorang transable, One Hand Jason, yang memotong tangan dengan alat listrik menginginkan tubuhnya cacat, setelah beberapa kali ia mencoba memotong dan menghancurkan anggota tubuh yang dirasa bukan milikinya.

Pada kasus yang lain, seseorang menjatuhkan balok beton yang berat di kakinya agar terluka dan bisa diamputasi. Namun, dokter mengobati dan menyelematkan kakinya, dan merasakan pertolongan itu bukan kecacatan yang di inginkan.

Argumen para transable melalukan hal-hal mengerikan dan melukai tubuhnya adalah mereka tidak merasa berada di tubuh yang tepat.

Kelompok tersebut mengakui hal itu adalah hak mereka yang masyarakat sulit memahami diri mereka. Mereka merubah diri agar menjadi manusia ideal seperti orang-orang yang melakukan operasi plastik supaya terlihat lebih cantik dan tampan.

Fenomena ini mulai dikenal pada tahun 2013, yang sebelumnya pada 1990-an, ahli bedah Skotlandia, Robert Smith pernah mengamputasi kaki dua pasien atas kehendak mereka. Masing-masing pasien membayar sekitar $6.000 atau Rp 90 juta serta melibatkan layanan kesehatan nasional.

Orang-orang transable cenderung menjauhkan diri mereka dari publik, dikarenakan kaum trans selalu mendapatkan stigma negatif, seperti orang yang tidak jujur, orang yang tidak memiliki kehormatan, memuja dan mendramatisi atas kecacatannya sehingga mereka merasa dihakimi dan dirugikan.


Disforia Terhadap Kelompok Transable

Seperti yang sudah dikemukakan di atas, kelompok transable memperlakukan dirinya untuk dilukai dan dihancurkan sebab masalah neurologis. Dari pendapat berbeda, ada yang dinamakan dysphoria yang merupakan gejala penyakit mental, ketika seseorang merasa dirinya tidak bahagia dan tak memiliki harapan.

Melansir alodokter.com, manusia sering terserang oleh gangguan psikologis, orang-orang yang tergolong gender dysphoria merasa ada ketikdacocokan atas jenis kelamin dan identitas gender. Seringkali dialami oleh para transgender.

Hal serupa ini dialami para transable, dimana mereka tidak bahagia atas tubuh yang dimiliki karena ketidak-ideal pada tubuh yang di inginkan. Sehingga dalam akal pikiran mereka dipenuhi hal negatif dan tidak masuk akal.

Mereka mencari kepuasan diri dan perasaan menyenangkan. Hal ini berbanding terbalik dari euphoria senyatanya. Tidaklah baik merusak tubuh yang sehat dan sempurna, selayaknya manusia menghargai penciptaan Sang Maha Kuasa dengan merawat bukan merusaknya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun