Perempuan berdarah Batak  ini dengan tak putus-putus mendorong para anggota untuk semangat meneruskan kerja-kerja pertanian yang ramah iklim.
Sebagai ketua kelompok, perempuan yang beranggotakan sekitar 25 perempuan dan  laki-laki, tak sungkan-sungkan membuat pupuk organik di lahan pertaniannya yang cukup luas.
Walau sibuk ibu ini selalu ada waktu bagi kelompoknya untuk melakukan kegiatan-kegiatan pertanian di desanya. Apa yang sudah dilakukannya?
Menganekaragamkan Tanaman di Lahan
Saat berkunjung lahan bu Riama, paling sedikit ada 8 jenis tanaman di lahannya. Ada jagung, padi, cabe, kacang panjang, terong, sawi, kangkung atau tanaman lainnya. Upaya tumpang sari, wanatani ini menurutnya sangat bagus karena beliau bisa memperoleh pendapatan secara bergantian. Belum lagi dari hasil tanaman keras seperti cengkeh, jengkol, durian, coklat miliknya. Panen 3-5 kg cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan harian. Apalagi dengan harga coklat, cengkeh yang saat ini meningkat. Saat tanaman muda belum berbuah, beliau mengumpulkan cengkeh hanya untuk sekedar 2-3 kilogram dengan harga 90 ribu/kg. Lumayan 210.000 rupiah sudah dapat dengan menjualnya ke agen.
Saat coklat atau tanaman lain sedang trek(tidak berbuah), tanaman muda seperti kacang panjang, jagung, cabai bisa dipanen setiap masa. Sebuah upaya dalam menyesuaikan/beradptasi dengan kondisi ekonomi yang sekarang serba mahal. Dengan berbagai tanaman di lahannya terutama dengan organik, bertujuan mulia dalam kebertahanan pangan harmoni dengan menjaga lingkungan dan ekosistem yang lebih baik. Dalam video Permakultur dalam menjaga bumi dan mendorong ketahanan pangan terlihat sekilas lahan bu Riama yang secara ekologi masih sangat bagus. Bu Riama juga menjelaskan peran-peran petani perempuan dalam menjaga lingkungan adalah juga bagian dari pembangunan yang berleanjutan
Mendorong Pembuatan Pupuk Organik, Pembuatan Pupuk Cair
Boleh dikatakan sumber daya limbah ternak cukup sulit di desa bu Riama,tetapi semangat untuk membuat pupuk organik tetap menyala, Kelompok ini mengumpulkan limbah ternak sapi dari desa tetangga secara bergotong royong. Limbah ini kemudian diolah bersama-sama untuk dipakai di lahan kelompok dan lahan masing-masing anggota yang dipimpinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa limbah kotoran sapi yang tidak dikelola juga berkontribusi dalam menghasilkan gas metan ke udara. Menyebabkan percepatan pada emisi gas rumah kaca. Termasuk penggunaan pupuk kimia sintesis seperti urea ke lahan sawah. Oleh karena itu pengelolaan limbah dengan difermentasi akan mendorong pengurangan karbon di udara, dan penggunaan pupuk organik di lahan sawah membantu pengurangan emisi setiap perkilonya.
Kelompok ini dan ibu Riama sudah memproduksi berton-ton pupuk organik untuk dipakai oleh dirinya sendiri dan juga kelompok perempuan Horas Jaya yang dipimpinya.
Mengembangkan bibit lokal padi dan jagung
Belajar tak pernah mengenal usia dan semua tempat adalah sekolah. Bu Riama pernah belajar ke Lampung untuk pengembangan bibit lokal organik yang tahan iklim komoditas padi dan jagung dari salah seorang ahli pemuliaan tanaman disana. Tidak hanya sekedarr berkunjung, bu Riama menanam padi dan jagung di lahannya. Ketika panen berbagi bibit dengan anggota dan petani di sebelahnya. Dengan menggunakan benih l0kal yang dikembangkan sendiri. Belajar dan terus berproses, maka kemandirian akan mulai tercipta. Bu Riama sudah mulai meninggalkan ketergantungan pada benih hibrid yang harganya mahal. Serta terkadang kualitasnya tidak cocok dengan iklim dan kondisi dia berada.
Memimpin Sekolah Lapang Organik Beradaptasi Pada Iklim
Salah satu upaya pertanian ramah iklim adalah bagaimana petani mampu beradaptasi dengan perubahan iklim saat ini. Di banyak desa di seluruh Indonesia, termasuk desa ibu Riama, persoalan perubahan iklim sangat terasa bagi pertanian mereka. Cuaca ekstrim dengan panas yang sangat tinggi, kemudian hujan terus-menerus membuat tanaman mereka rusak . Untuk mencegah perubahan iklim adalah sesuatu yang tidak mungkin. Maka bersama dengan teman-teman kelompok didukung LSM dan BMKG, kelompok bu Riama menyelenggarakan Sekolah Lapang Padi yang berfokus upaya menyesuaikan cara bertani dengan cuaca dan iklim sekarang ini. Petani belajar secara sederhana mengamati hama lewat menggambar, memakai alat sederhana pengukur cuaca dibantu BMKG. Dan juga melakukan upaya adaptasi ke lahan sawah percontohan milik bu Riama seperti melakukan :Â