Mohon tunggu...
Berliana Siregar
Berliana Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Daulat Hati, tubuh dan Rasa

Do your job Pikirkan hal-hal ringan @@##Kreatiflah@!!!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Makanan Manis, Sistem Pangan Memperkaya Segelintir Elit Mempermiskin Kaum Mayoritas

3 Oktober 2022   09:10 Diperbarui: 5 Oktober 2022   11:30 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungguh sesuatu yang sulit kita temukan untuk makanan-makanan sehat. Jadi marilah masuk dalam era manis bagi beberapa kaum elit kaya Indonesia. (Pexels/Jonas Mohamadi)

Perubahan sistem pangan sudah dimulai sejak zaman revolusi hijau. Industri pangan menjadi salah satu industri paling menarik minat bisnis multinasional untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Karena manusia mengkonsumsi pangan berat 3 x sehari, snack ringan/minuman bisa 6-7 kali sehari. 

7 miliar manusia di bumi harus disediakan makannya. 270 juta perut orang Indonesia harus diisi setiap hari. Sebuah peran yang dilakukan 100 persen oleh warga desa dan petani di zamannya. Namun, sekarang peran itu sudah digeser oleh industri pangan skala global.

Makanan manis yang aslinya berasal dari keaslian tumbuh-tumbuhan sebagai sumber pangan sekarang sudah dimodifikasi dengan kimia sintesis. Rasa jeruk sudah diciptakan persis lidah manusia, dan sangking persisnya malah terasa kelezatan sempurna 100 persen.

Baru-baru ini saya disuguhi oleh anak bungsu jajanan dengan mirip kata cabe. Rasanya sempurna, pedasnya menyerupai rasa cabe terbaik, gurihnya lumer di mulut, manis nano-nano benar-benar sangat cocok di lidah konvensional saya. 

Pasti rasa ini sudah dibentuk dan diciptakan dari hasi riset panjang perusahaan pangan dunia. Dan ratusan jenis makanan ini sekarang tersedia di ribuan kedai-kedai kecil di desa, kota-kota, perkampungan, lorong di Indonesia. Diproduksi massal oleh pabrik, dan menjadi asupan sehari-hari generasi muda kita, termasuk saya orang tua ha-ha.

Belum lagi berbagai usaha mikro pangan saat ini, mulai dari kelas balbal, kelas semi elit, kelas kantoran. Makanan cepat saji dipoles rupa indah, warna bahkan menyerupai ultraviolet. 

Terutama makanan yang sangat menaikkan hormon bahagia yaitu manis. Wuih... lidah, mulut, mata, perut memberontak melihat berbagai makanan manis malang melintang di depan mata. Gerai, iklan, berseliweran di depan mata. 

Sangat murah, ada yang versi harga standar, ada versi harga mehong. Tinggal cek isi dompet. Sentuh pakai jari, atau kunjungi toko dari desain keren, warna toska hijau, biru. Ada kata "bake memories", ada kata "love cake", ada sus, ada lumer. Semua istilah "food" masuk semunya. Minuman manis, es campur, teh manis, sirup, kopi mix susu/coklat, buble tea, juice. Keragamannya diperbanyak dengan toping.

Kalau dulu saat remaja, hanya ada tawaran coffee or tea, sekarang ratusan atau bahkan ribuan varian muncul di depan mata. Manis -manis beragam di mulut cecap sesuai kelasnya.

Keaslian bahan utama sudah tidak jelas lagi. Alpukat, jeruk, hanya sekedar nama alami. Isinya adalah citrun, carbonat, apetizer. Kandungan gula menjadi sangat dominan.

Belum lagi kue, cake, roti, kudapan, dengan top rasa manis adalah kingnya. Jarang sejenis makanan roti tidak mengandung sweet. Karena sweetlah yang mengandung zat penggoda untuk nantinya melatih lidah untuk bahagia lihat yang manis-manis.

Akulah salah satu korban penikmat manis. Bahagia hidupku adalah antara rasa, rupa, dan cecap manis berbagai panganan tradisional dengan bahan modern atau bahan impor, usaha rumahan bahkan cake mewah yang kadang dikasih teman. Olahan produk makan dari ubi mana yang tak manis?

Lihat berbagai makanan terbuat dari terigu yang dijual di pasar, minimarket bahkan oleh penjaja roti yang dari rumah ke rumah. Manisnya terhimpun dan tertumpah ruah di sekepal roti-roti berbagai rupa. Menjadi sistem pangan melibatkan jutaan orang, sebuah siklus panjang yang pasti penuh penghisapan. Yang kaya raya adalah pengusahanya.

Coba bandingkan pengusaha toko roti waralaba A dengan pegawainya yang hanya tinggal di gang kecil yang sempit. Ha-ha Semakin manis usaha pangan yang ada, maka siklus penghisapan semakin panjang. Bukan hanya gula darah yang naik, melainkan emosi turut naik. 

Paparan akibat berbagai makanan manis menyebabkan rentetan panjang soal kesehatan, terutama diabetes.

Kemudian, menjalar ke penyakit lainnya, ginjal, mata sampai ke stroke. Akhirnya yang disalahkan adalah si individu, ya sayalah yang salah karena kurang olahraga, tidak banyak minum air putih.

Kita akan mengkonsumsi apa yang tersedia dan bagaimana kemampuan uang kita untuk membelinya. Tak mungkin kita membeli pangan yang "lebih sehat" yang secara keuangan tidak sanggup kita beli.

Atau juga membeli makanan lezat, menggoda, manis versi sehat dan mengandung gizi yang tidak bisa kita temukan. Dimana ada warung sehat yang menyediakan makanan lezat yang murah dan rasanya nikmat?

Sungguh sesuatu yang sulit kita temukan. Jadi marilah masuk dalam era manis bagi beberapa kaum elit kaya Indonesia. Dan menjadi era manis penyakit bagi kaum minoritas yang kini dijejali ribuan rupa pangan manis yang setiap hari akan jadi versi bahagia kita. 

Pada akhirnya, kaum mayoritas akan keluar masuk rumah sakit, makan obat produk kaum elit, diperiksa kaum elit, kemudian pada akhirnya dikirim dengan manis...ke?

Yok, selamat datang manisku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun