***
Adakah kami, anak-anaknya yang mewarisi sifat Ibu? Merasa bahagia ketika menolong orang, peduli pada kesulitan saudara, taktega menolak kedatangan pengemis walau datang secara berulang, sedang ia jauh dari kata berkelimpahan.
Kukira takada. Setengahnya saja kami tak punya kebaikan-kebaikan Ibu.
Tetanggaku, pernah minta dipinjamkan gas melon utuh (lengkap dengan isinya). Tapi kami bilang saja takpunya. Sebab jika tengah malam atau pagi buta tiba-tiba kehabisan gas, kami akan sangat kesulitan untuk mencarinya.
Saudara kami yang lain juga begitu, jika memasak dengan takaran yang pas, tak kurang, tak lebih. Tak ingin mubazir. Jika sekali-sekali ada tamu yang berkunjung, ia bisa belanja di luar, atau pesan makanan. Lebih praktis, anti ribet.
Adik perempuanku, katanya biasa belanja ke pasar sekali seminggu dengan jumlah yang banyak. Ia tak mungkin lagi melayani penjual ikan, tahu, dan sayur yang bersorak-sorak setiap hari di depan rumahnya.
***
Dari Ibu kami belajar kebaikan hati manusia, kami takbisa menirunya. Kami bangga mempunyai Ibu yang telah membesarkan kami dengan contoh-contoh yang baik. Kami berutang banyak padanya, yang takmungkin bisa kami membayarnya. Tapi, kami yakin orang seperti Ibu punya cara untuk bahagia.
Air Tawar, Padang, 20 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H