Mohon tunggu...
Sirajuddin Gayo
Sirajuddin Gayo Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan praktisi pada Keuangan Daerah dan kebijakan publik Pemerintah

Biografi singkat, Pekerjaan penilai pada perusahaan penilai, tim ahli badan anggaran DPRD

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Era Serba Gratis

8 November 2021   20:53 Diperbarui: 8 November 2021   21:13 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Era Serba Gratis,

Berbisnis dan berpolitis dalam Dunia Gratis

Oleh : Sirajuddin Gayo, S.T., M.M.

Email : sir.gayo69@gmail.co

Ketika dunia gratis hadir, mendapatkan tanpa harus membayar, menikmati tanpa harus berkorban,  muncul anggapan bahwa karya indah akan hilang. Beberapa profesi kehilangan semangat, dunia musik, desain dan penerbit serta industri yang mudah  di bagi dan mudah dicopas, akan kehilangan energi. Kehadiran digital printing 3 dimensi, juga patut diduga akan mendisrupsi (gangguan mematikan) dunia fisik bahkan industri manufaktur. Namun dalam perkembangan terkini, prilaku digital dunia hiburan semakin eksis berbisnis dalam dunia gratis, bagaimana profesi lainnya ? bisakah berbisnis dalam dunia gratis, termasuk para politisi, apakah mampu berprilaku digital merebut simpati dalam era gratisan. Tulisan panjang ini  akan mendiskusikannya secara panjang lebar. Simak, ikuti, sedot, donlot, share it, streamit, pirate it…

Perlawanan dengan atas nama pembajakan, lambat laun mulai hilang. Ketika Berbagi file menjadi sangat mudah, pembajakan, pencurian, Stream it. Share it. Pirate it, download, donlot, sedot menjadi hal yang lumrah, kampanye anti pembajakanpun berhadan langsung dengan kompetisi, bersaing dengan kelumrahan, kampanye pembajakan meredup, bahkan tindakan hukum yang terkadang ada tuk memberangus pencurian hak cipta, sirna sudah ditelan gelombang  persaingan. 

Memang persaingan selalu ada, bahkan dalam ilmu ekonomi, teori persaingan pun memiliki persaingan. Dua teori saingan bersaing untuk menjadi cara terbaik untuk memahami bisnis: teori persaingan Cournot dan teori persaingan Bertrand misalnya. Teori persaingan sajapun bersaing.

Berbagi file yang awalnya berjalan lambat, mengalami fase eksponensial, kini tumbuh cepat mendisrupsi semua lini. Dan seperti lazimnya kemampuan adaptasi manusia, dunia musikpun  hadir mengadaptasi dirinya. Berbagai jenis musik bahkan karya terbaru yang viralpun, bisa disedot dengan sangat mudah. Konser fantastis berbiaya mahalpun, kini dengan gratis bisa ditonton, dan sepertinya para penghasilnya tidak lagi mempersoalkan hak cipta, bahkan tidak mempersoalkan pembajakan atau pencurian, malah menganjurkan tuk Go ahead. Stream it. Share it. Pirate it.

Para pelaku memang berubah, hari ini kita jarang menemukan karya baru artis besar yang pada periode sebelumnya selalu rutin menghasilkan karyanya. Kini hadir para pemain baru yang bergelombang seirama dengan gelombang perubahan. Allan walker adalah contoh kongkrit, penyanyi yang selalu hadir dengan masker bahkan bisa disebut cadar, karena hanya matanya yg terlihat, tanpa pernah bervokal ria, nyanyiannya selalu viral bahkan konsernyapun di berbagai belahan dunia, teramat sangat bombastis . Ribuan orang hadir dan larut dalam irama ala allan walker.

Beragam kisah sukses, kiat-kiat berbisnis dalam dunia gratis, banyak diterapkan para pelaku dunia hiburan. Bestpractice yag pantas jadi benchmarking, menjadi pembelajaran dunia profesi lainnya ketika harus berbisnis dalam era gratis,  termasuk untuk politisi ketika merebut suara yang seolah gratis padahal harus berbayar.

Kiat-kiat berbisnis dalam dunia gratis tersebut akan dibahas dalam tulisan panjang ini, termasuk kiat-kiat untuk politisi, merebut suara yang seharusnyag gratis tapi terpaksa harus berbayar.

Era Gratis di Semua Lini

Memang tidak ada yang kebal dengan  resiko digital, yang menghadirkan era gratis dalam berbisnis.  tidak hanya industry kreativitas, bahkan produk fisik dan profesi yang terkesan terisolasipun, menghadapi tantangan disrupsi digital. Ketika industri manufaktur digital dan pencetakan 3Dimensi memperkenalkan wujudnya beberapa waktu yang lalu, ancaman dan tantangan berbagi file mulai menghantui industry fisik, termasuk profesi  terisolasi seperti  manajemen acara atau pemasangan kolam renang, menghadapi tantangan dan ancaman serupa di era digital.

Kehadiran printer 3 Dimensi yang dapat membuat objek 3D dikomentari para penentang sebagai teknologi terlalu mahal, barang yang dihasilkan tidak fungsional dan tidak  berkualitas.

Berkaca dari perkembangan dunia digital, yang selalu berkembang secara eksponensial, tumbuh lambat diawal namun kemudian berkembang cepat  sehingga mendisrupsi semua lini dengan gangguan teramat sangat bahkan mencerabut  dari akar. Akan tiba saatnya teknologi printer 3D hadir di rumah-rumah dan seperti kemudahan berbagi file yang telah membuat begitu murah dan mudahnya menghadirkan tontonan dan hiburan, maka boleh jadi printer 3D akan memudahkan menciptakan barang fisik yang fungsional. Ketika itu terjadi, DUNIA SEMAKIN GRATIS, pertanyaan besarnya, bagaimana berbisnis dalam dunia gratis dan bagaimana politisi berprilaku dalam dunia gratis tapi berbayar?

Berguru ke dunia hiburan, berbisnis secara gratis 

Teknologi  berbagi  file, terkhusus untuk dunia hiburan, berkembang begitu  pesat dengan penggunaan yang begitu mudah. Menemukan lagu  atau film favorit sangat mudah, termasuk untuk memindahkannya ke media lain, semudah one clik, bahkan  cukup satu sentuhan jari. Kabar baiknya, teknologi yang sama yang memungkinkan file dibagikan dengan mudah juga menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya untuk membangun hubungan pribadi dengan pelanggan dan penggemar. 

Web memungkinkan artis dan bisnis untuk berbagi apa yang mereka lakukan dengan biaya yang sangat rendah sambil membangun hubungan dengan pelanggan, beberapa di antaranya akan menjadi penggemar, beberapa di antaranya akan menjadi penggemar berat. Bagaimana prilaku digital artis hiburan tersebut dapat dicopas ke profesi lainnya, dan apakah memungkinkan politisi menggunakan prilaku digital tersebut membangun hubungan dengan konstituen ?

.......................................bersambung besok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun