Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Taliban, Tuntutlah Ilmu Sampai ke Amerika Serikat Bukan Lagi Tenteng Senjata?

16 Agustus 2021   12:37 Diperbarui: 20 Agustus 2021   23:51 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Banjarmasin Post, Didik Triomarsidi

Secara bahasa, taliban berasal dari bahasa Arab, artinya penuntut ilmu, pelajar atau mahasiswa. Di Indonesia, karena itu menjadi nama bagi sebagian orang. Tapi, belakangan ini nama "Taliban" agak tercemar di KPK?

Kembali kita topik kita, setelah Taliban menguasai seluruh Afganistan, beberapa pihak mengkhawatirkan cara Taliban mengelola negara. Beberapa penutur asal Afganistan merasa takut kalau terjadi penindasan terhadap wanita dan kebebasan pers. Namun, juru bicara Taliban mengatakan sebaliknya, semua akan dilindungi.

Beberapa pemimpin internasional, seperti India dan Turki mulai berupaya menjalin komunikasi dengan pemimpin Taliban.

Sebagian lagi merasakan kecemasan atas peristiwa itu, seperti Mantan Presiden AS Donald Trump, "Apa yang telah dilakukan Joe Biden dengan Afghanistan sangat legendaris. Ini akan menjadi salah satu kekalahan terbesar dalam sejarah Amerika!" katanya dalam pernyataan pada hari Minggu (15/8/2021). "Sudah waktunya bagi Joe Biden untuk mengundurkan diri dalam aib atas apa yang dia biarkan terjadi di Afghanistan."

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dengan tegas mengatakan pada hari Minggu (15/8) bahwa dirinya tidak mengakui Taliban.

Pada bagian yang sama, Presiden Afganistan Ashraf Ghani memilih meninggalkan negara itu untuk menghindari pertempuran hebat.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyimpulkan, "Para pemimpin Afghanistan harus bersatu." "Mereka harus berjuang untuk diri mereka sendiri." Tidak mungkin Amerika Serikat terus berada di negara Asia Tengah itu. Mayoritas publik AS mendukung Biden dalam mengakhiri "perang tak berujung itu?"

Nah, sekarang katakanlah Taliban sudah menguasai dan bahkan mengambil alih kontrol Afganistan, upaya serius di bidang politik, perdamaian, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan, dan kesehatan sebaiknya menjadi prioritas.

Taliban dapat menunjukkan sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana namanya yang masyhur di Indonesia. Taliban dalam semantik Indonesia adalah pelajar atau pencari ilmu, bukan lagi penenteng senjata yang mengandalkan cara militeristik menangani segala sesuatu. Taliban, perlu misalnya belajar ke Amerika Serikat terkait dengan demokrasi dan kebebasan dalam hal tertentu.

Kita berharap Taliban dapat mengelolah negara mereka sendiri sebagaimana juga diharapkan oleh Presiden Amerika Joe Biden. Saya rasa, ini bukan kekalahan AS, melainkan juga keterbukaan AS untuk mengakui hak negara lain. 

Apalagi bercokol di negera lain juga membutuhkan anggaran dan biaya, bukankah hal itu lebih layak untuk kemanusiaan daripada perseteruan yang tidak berujung.

Taliban dapat memperbaiki citranya di mata internasional yang stigma negatif keras dan kasar bahwa mereka juga manusia layaknya kita yang mempunyai sisi kelembutan dan keinginan yang sama dalam hal mememuhi kebutuhan dasar dan cita-cita bangsa mereka.

Taliban bisa menjadi markas dan universitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki sumbangsih besar untuk negaranya sendiri dan dunia umumnya. Taliban bukan lagi laskar bersenjata, kecuali secara khsusus untuk militer atau polisi yang sah untuk itu.

Taliban dapat memikirkan dan berbuat apa yang dirasa mereka baik dan memakmurkan negara mereka. Ada pun kita yang bukan Taliban, jangan menjadikan hal itu sebagai sesuatu berlebihan, memuji atau mencelanya?

Sekali lagi, kita berharap dan berdoa, Taliban menjadi sarana ilmu pengetahuan dan teknologi bukan sarang perang saudara yang berkepanjangan?

Dalam hal itu, Taliban dapat belajar ke Amerika Serikat. Lawan menjadi sekutu. Itu dapat terjadi dan bukan mustahil. Karena itu, Taliban perlu terima kasih ke Amerika Serikat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun