Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berdamai dengan Corona dan Artikel yang Ditolak Kompas

8 Mei 2020   15:48 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:50 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi zaitun simbol perdamaian | vectorified.com

Kenapa ini penting? Karena pada satu sisi, beberapa pihak yang kurang percaya kepada Tuhan cuma mengunggulkan kekuatan manusia, para dokter, farmalog, biolog, kimiawan, dan bahkan militer untuk menghadapi corona, sehingga corona dianggap musuh terbesar manusia kini serta batu ujian kekuatan manusia atas segalanya? Sehingga tampaklah semacam "kesombongan atau keangkuhan, setidaknya juga guyonan corona?"

Sebaliknya, pada bagian lain yang berlawanan, sebagian golongan agamawan yang tampaknya bertuhan hanya mengandalkan "ibadah" menghadapi corona. Misalnya, ada yang menulis ada orang yang katanya lebih takut corona daripada Tuhan sehingga tak mau lagi ke tempat ibadah? 

Padahal, si penulis ungkapan demikian belum tentu juga beribadah ke masjid, misalnya. Sikap agamawan yang demikian juga dapat menjurus pada ketakaburan atau kejahilan yang membawa maut, karena ia terlalu nekat menyongsong corona yang tentunya tidak memilih orang, beragama atau tidak beragama?

Untuk itulah saya kira, ilmuwan dan agamawan atau sebaliknya agamawan serta ilmuwan dan sebagainya marilah meyakini corona kini sedang ada. 

Lalu, kita berupaya maksimal mencegahnya atau mengobati yang terjangkit sesuai dengan ilmu medis dan upaya maksimal kemanusiaan yang kita miliki seraya juga maksimal berdoa kepada Tuhan agar corona atau epidemi lainnya segera berlalu. Kita semua dari berbagai jenis golongan, keyakinan, agama, suku, dan bangsa marilah menangani corona dengan cara damai; tawaduk (rendah hati dalam beriktiyar maksimal secara ilmu kemanusiaan-kesehatan) dan tawakal (serah diri pada Tuhan).

Kita tak harus lagi saling menyalahkan atau mencurigai dengan corona kini. Misalnya, ada sebagian orang Islam yang mengatai, itulah risiko karena mereka makan "kelelawar" atau yang haram? Begitu juga sebagian orang di luar Islam, ketika MERS CoV, terutama yang berasal dari unta, ada saja yang menyebut itulah "azab" buat orang Islam? 

Begitulah berita fitnah dan hoax di antara kita saling menyerang, kadang disebut dengan atas nama agama? Padahal, baik corona maupun mers tidaklah makhluk beragama tertentu, ia berupa virus yang biasanya dari hewan (hewan juga banyak korban) lalu berpindah kepada manusia dengan berbagai aspeknya serta menyebar menjadi penyakit mematikan. 

Hal itu lebih bersifat biologis daripada teologis, sebab yang namanya manusia mempunyai aspek biologis sehingga dapat hidup dan mati dengan berbagai keadaan atau kondisi yang melingkupinya. Begitu pun, orang tidak boleh terhenti pada aspek biologis, karena juga manusia mempunyai potensi rohani yang dengan itu manusia beragama, mencari dan mengenali Tuhan.

Corona kini bukanlah tentang agama tertentu, melainkan virus yang kini sedang melanda kita semua. Tetapi, begitu pun marilah kita buat pilihan bahasa yang lebih bersahabat atau berdamai dengan corona, sesuai dengan masa dan musimnya corona akan berlalu. Selama dia (corona) di sekitar kita, marilah kita tangani dengan upaya maksimal kemanusiaan disertai sikap rendah hati sekaligus sikap tawakal kepada Tuhan, dengan kasih dan pertolongan Tuhan kita dapat melalui masa ini dengan masa depan yang lebih baik.

Secara pribadi, saya mengindentifikasi diri sebagai agamawan sesuai dengan latar belakang pendidikan, saya bukanlah dokter atau medis yang memahami corona, bukan. Sebagai agamawan, marilah mematuhi arahan pemerintah dan dokter serta pihak berwewenang lainnya terkait dengan corona ini. Setidaknya, kita berdamai dengan corona berupa sikap: tawaduk serta tawakal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun