Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seni Berdamai dengan Diri Sendiri, Orang Lain, dan Penyakit

24 April 2017   13:24 Diperbarui: 25 April 2017   05:00 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda orang yang aktivis perdamaian? Itu niat dan pekerjaan yang baik. Tapi, pernahkan Anda mengilas balik sendiri. Ada saja orang yang pekerjaannya semacam aktivis perdamaian, paling tidak jurusan resolusi konflik. Namun, dirinya diliputi peperangan. Bagi dia mendamaikan orang itu atau berdamai dengan orang itu mudah saja. Ia dapat berkongsi kembali dengan kawan maupun lawan.

Katanya, itulah sikapku terus-terang. Di sini saja kita berantam. Selepas itu, kita semeja makan. Di ruang diskusi, rapat, kuliah, dan seminar aku tampak garang. Tapi, di rumah aku takut sama pasangan. Di perusahaan ini, aku semacam diktator tulen. Setiap karyawan mesti menuruti perintahku. Tapi, asal kalian tak tahu saja, di rumah aku budak dari pasangan dan anak-anaku. 

Memang, kita manusia dengan potensi dan tensinya. Kadang merupakan aktor. Mungkin belum pernah tayang di layar televisi. Tapi paling tidak, kita aktor dalam diri kita sendiri. Atau di hadapan orang lain.

Aku, kau, kita bisa saja berpura-pura mudah berdamai dengan orang lain. Aku bilang, aku tulus memaafkanmu. Meski kadang terngiang di kuping, sesekali berbisik godaan setan, membalas dendam. Cuma, masih dapat diredam. Dan biar dianggap orang "perlapangan." Sudi-sudilah, biarpun tampilan memaafkan orang lain. Itulah yang ditonjokan dari kulit luar, wajah, mata, kerutan dahi, dan gestur tubuh lainnya. 

Aku, kau, dan kita enteng membanggakan diri mudah memaafkan. Tidak menyimpan dendam kepada orang lain yang menjadi lawan. Biarpun, begitu diketahui berita lawan kena derita. Senyum sinis, bahkan tawa tersungging di bibir kita. Semacam kegembiraan yang berbaur dengan dendam kesumat terpendam.

Itulah kenapa pesan orang bijak. Sebelum menjadi aktivis perdamaian atau berdamai dengan orang lain. Alangkah lebih pentingnya berdamai dengan diri sendiri. Bagaimana bisa aku dikatakan belum berdamai dengan diri sendiri? Kira-kira, apakah yang menjadi indikasi aku masih belum bisa berdamai dengan diri sendiri?

Di antaranya yang bisa kita amati.

Apakah Anda dapat menerima kelebihan dan keterbatasan diri, tanpa menjadi congkak atau minder? Sebagian orang cenderung bicara kehebatan, kejeniusan, kecerdasan, keberhasilan, keprestasian, keuangan, ketabungan, kehartaan, dan kepameran dirinya. Kepada orang demikian, Anda, aku, kau, dan kita mencapnya; angkuh, sombong, dan arogan.

Sebaliknya, ada saja orang yang seluruh hidupnya dicatat dengan penuh keluhan atas keterbatasan dirinya. Ia semacam penceramah yang paling pandai terkait dengan kekurangan dirinya. Kepada orang ini, Anda mungkin iba, tapi bisa jadi semakin merendahkannya, bahkan di hadapannya?

Jadi, inilah perdamaian pertama dengan diri sendiri menerima kelebihan dan keterbatasan diri secara seimbang. Tanpa menjadi hambatan untuk berbuat baik atau berkembang secara lebih ituh.

Apalagi, mencintai diri sendiri dan orang lain. Berdamai dengan ini juga agak butuh upaya. Ada orang beranggapan mencintai diri sendiri dengan sebutan narsis. Ya. Itu mitologi. Mencintai diri itu penting sebelum Anda mencintai orang lain. Seperti tembang lagu, bagaimana Anda bisa mencintainya, sedangkan dirimu sendiri tak kau cintai. Cinta diri itu sebenarnya positif agar lebih mencintai orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun