Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pupusnya Disiplin Sekolah

18 April 2017   20:33 Diperbarui: 18 April 2017   20:53 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di situlah dibutuhkan, tipe guru alternatif yang kombinasif. Sebuah perpaduan atau campuran otoriter serta demokratis. Ada kalanya, sikap otoriter diperlukan dalam pembelajaran dalam konteks tertentu. Sebagaimana juga sebaliknya, sikap demokratis menumbuhkan keterbukaan, sesama pembelajar di sekolah.

Sebagai bahan renungan pembinaan disiplin, hal ini perlu dilatihkan dan dibiasakan di sekolah. Khususnya, dalam kelas pembelajaran. Pertama, membentuk komunitas pembelajar yang empatik dan positif. Sebagai pelajar, mereka merupakan komunitas yang tujuan utama dan bersamanya ialah belajar. Untuk itu, sikap pertama yang perlu ditanamkan dan diamalkan saling menghormati lewat ucapan lisan, bahasa lisan/tulisan, dan bahasa tubuh yang non-verbal. Untuk itu, perlu misalnya dilakukan pelatihan kelompok pembelajar secara simulasi dan praktis.

Kedua, membuat aturan dan prosedur kelas yang rinci. Langkah masuk kelas, dalam kelas selama pembelajaran, dan keluar kelas, sebaiknya menjadi kebiasaan positif yang diadati. Ketiga, meningkatkan komunikasi empatik. Sebuah upaya memahami sesama dari sudut pandang atau persepsi orang lain. Tanpa harus menilai, mengevaluasi, dan menghakimi orang lain berdasarkan pengalama autobiografis kita. 

Di situlah perlu misalnya, mendengar secara empatik, tulus, dan perhatian secara verbal dan non-verbal pada cara pandang pihak lain, ketimbang cara pandang pribadi kita. Keempat, tanggung jawab kelas. Ini merupakan konsekuensi logis perorangan dan kelompok. Sebagai akibat perbuatan baik atau buruk yang dilakukan seseorang dan beberapa orang dalam kelas, dengan rasa tanggung jawab.

Kelima, pengondisian lingkungan, sarana-prasarana, dan iklim belajar yang positif di ruang kelas. Pengondisian ini mendorong lahirnya sikap positif dan nilai tertib lingkungan. Keenam, manajemen kelas yang bersifat praktis, baik secara fungsional maupun substantif. Fungsional merujuk admistratif sekolah atau kelas, sedangkan substantif pada tugas administratif.

Dengan demikian, enam poin di atas dapat ditambahi sesuai dengan kebutuhan pembinaan disiplin pengajaran di sekolah. Intinya, biar kondisi dan suasana pembelajaran tambah kondusif dengan kelas yang positif. Secara emosional, intelektual, spiritual, dan fisikal para pembelajar terbina. Tanpa sikap antipati, bullying (penganiayaan), dan sarkasme (yang bersifat mengejek secara verbal atau non-verbal) di sekolah dan kelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun