Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pupusnya Disiplin Sekolah

18 April 2017   20:33 Diperbarui: 18 April 2017   20:53 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Credit: © WavebreakMediaMicro / Fotolia

Kamus disiplin dalam pendidikan kini mulai pupus dari sekolah. Apalagi konotasi disiplin yang terdengar angker di tengah jajahan konsep pembelajaran menyenangkan yang diselewengkan. Kini pembelajaran terkotak dua: antara mereka yang tetap berupaya memegang otoritas pendidikan secara kaku dan membosankan. Dihadapkan kontra lain, pro pembelajaran menyenangkan yang mendekati penyesatan.

Jadi, apakah disiplin masih relevan dan berguna dalam pendidikan kini? Apalagi di tengah demokratisasi pendidikan. Para siswa mulai menyadari hak sipil mereka dalam pendidikan. Mereka menuntut aspirasi dan perlakuan guru yang lebih demokratis. Bukan seperti dulu. Para gurulah secara dominan yang menentukan arah pembelajaran. Kini, apalagi dengan prinsip pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Beralih atau mengambil alih pembelajaran menjadi suara mayoritas siswa.

Pengendalian Atau Pembiaran

Ada baiknya, para guru digolongkan dalam dua tipe kelas: pengendali dan pembiaran.  Inilah penjelasan, keduanya:

Pertama, guru yang ingin menguasai seisi kelas secara berlebihan. Seperti halnya raja diktator yang secara represif bermaksud mengendalikan kelas berlebihan. Sesuai dengan tata letak kursi dan meja yang berbanjar. Seakan guru duduk pada singgasana kerajaan kelas. Sedikit saja, siswa brisik atau kaki meja atau kursi bergeser. Si guru dengan sigap berkomentar pedas atau bahkan memuruki siswa.

Secara positif, guru bertipe otoriter dapat menertibkan kelas. Sehingga pembelajaran berjalan tuntas. Sebaliknya, sisi negatifnya, guru otoriter kadang bisa berlaku kasar yang berujung pidana. Paling tidak, siswa diselimuti rasa takut berlebihan dalam kala pembelajaran.

Kedua, guru yang melakukan pembiaran sehingga hilang kendali kelas. Jadi, para siswa mengambil alih kekuasaan guru seperti kudeta politik. Para siswa seperti halnya demonstrasi yang mendekati kerusuhan massa. Guru yang hilang kendali kelas bisa secara pasif atau agresif melakukan kekerasan dengan maksud mengendalikan suasana kelas.

Guru dengan tipe ini sekilas tampak demokratis. Paling tidak, mendekati hal itu. Secara positif, siswa yang paling pendiam pun dapat angkat bicara dalam kondisi itu. Sebaliknya, sisi negatif pola ini, pedagogik pembejaran melebar. Untuk tidak menyebutkan kacau.

Memang, pengelompokan guru dengan dua tipe itu terlalu sederhana di sekolah. Padahal, banyak aspek, sisi, segi, dan faktor yang melingkupi sekolah atau kelas. Namun, dengan mengontraskan dua tipe guru: pengendali yang berlebihan dan pembiaran yang berlebihan. Akan lebih mudah memilih alternatifnya yang seimbang.

Alternatif

Pengajaran disiplin di sekolah perlu dipahami dan disadari sebagai upaya pendekatan, metode, dan sistem disiplin untuk menertibkan pembelajaran. Tujuan disiplin bukanlah pemberian hukuman, melainkan usaha pembelajaran biar berjalan dengan baik. Melalui disiplin, para guru memfasilitasi wilayah dan iklim pembelajaran efektif. Sekaligus, para siswa lebih mudah menyerap materi pembelajaran. Serta membangun pola hubungan guru-siswa dan sesama siswa dengan prinsip saling menghormati dan menghargai. Tanpa melakukan bullying dan sarkasme.

Di situlah dibutuhkan, tipe guru alternatif yang kombinasif. Sebuah perpaduan atau campuran otoriter serta demokratis. Ada kalanya, sikap otoriter diperlukan dalam pembelajaran dalam konteks tertentu. Sebagaimana juga sebaliknya, sikap demokratis menumbuhkan keterbukaan, sesama pembelajar di sekolah.

Sebagai bahan renungan pembinaan disiplin, hal ini perlu dilatihkan dan dibiasakan di sekolah. Khususnya, dalam kelas pembelajaran. Pertama, membentuk komunitas pembelajar yang empatik dan positif. Sebagai pelajar, mereka merupakan komunitas yang tujuan utama dan bersamanya ialah belajar. Untuk itu, sikap pertama yang perlu ditanamkan dan diamalkan saling menghormati lewat ucapan lisan, bahasa lisan/tulisan, dan bahasa tubuh yang non-verbal. Untuk itu, perlu misalnya dilakukan pelatihan kelompok pembelajar secara simulasi dan praktis.

Kedua, membuat aturan dan prosedur kelas yang rinci. Langkah masuk kelas, dalam kelas selama pembelajaran, dan keluar kelas, sebaiknya menjadi kebiasaan positif yang diadati. Ketiga, meningkatkan komunikasi empatik. Sebuah upaya memahami sesama dari sudut pandang atau persepsi orang lain. Tanpa harus menilai, mengevaluasi, dan menghakimi orang lain berdasarkan pengalama autobiografis kita. 

Di situlah perlu misalnya, mendengar secara empatik, tulus, dan perhatian secara verbal dan non-verbal pada cara pandang pihak lain, ketimbang cara pandang pribadi kita. Keempat, tanggung jawab kelas. Ini merupakan konsekuensi logis perorangan dan kelompok. Sebagai akibat perbuatan baik atau buruk yang dilakukan seseorang dan beberapa orang dalam kelas, dengan rasa tanggung jawab.

Kelima, pengondisian lingkungan, sarana-prasarana, dan iklim belajar yang positif di ruang kelas. Pengondisian ini mendorong lahirnya sikap positif dan nilai tertib lingkungan. Keenam, manajemen kelas yang bersifat praktis, baik secara fungsional maupun substantif. Fungsional merujuk admistratif sekolah atau kelas, sedangkan substantif pada tugas administratif.

Dengan demikian, enam poin di atas dapat ditambahi sesuai dengan kebutuhan pembinaan disiplin pengajaran di sekolah. Intinya, biar kondisi dan suasana pembelajaran tambah kondusif dengan kelas yang positif. Secara emosional, intelektual, spiritual, dan fisikal para pembelajar terbina. Tanpa sikap antipati, bullying (penganiayaan), dan sarkasme (yang bersifat mengejek secara verbal atau non-verbal) di sekolah dan kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun