Dia bagaimanapun adalah salah satu orang yang dekat dan dipercaya sang induk banteng. Walaupun dia sendiri bukan seorang banteng, namun wilayah kekuasaanya adalah benteng strategis yang diincar musuh. Jika benteng ini jatuh ke tangan orang lain, kerajaan lain akan lebih mudah merebut kekuasaan sang induk banteng.
Tunduk Kepada Sang Banteng Atau Jatuh Cinta Dengan sang Walikota ?
Kelompok yang menentang sang gubernur mengapa begitu mengharap dan terkesan memohon kepada sang induk banteng agar menghadirkan sang walikota ke ring pertempuran ?
- Karena mereka sadar di antara mereka, tidak ada yang dapat menandingi sang gubernur. Harapan terbesar (mungkin satu-satunya) adalah sang walikota, orang banteng. Mereka berpikir harapan menang besar, jika bersama-sama mengeroyok sang gubernur.
- Mereka berpikir jika sang walikota yang menang, akan lebih mudah ‘diurus’ wilayah/benteng strategis tersebut, karena meskipun sang walikota juga terkenal hebat mengurus wilayahnya, tapi dia seorang yang berhati lebih lembut, perempuan dan belum punya pengalaman menjinakkan keganasan serigala-serigala di dewan, plus dia bisa menurut ke titah sang induk banteng.
- Mungkin mengincar wilayah yang ditinggalkan sang walikota.
- Mungkin strategi yang tepat untuk ‘melemahkan’ kekuasaan sang banteng, dengan mengadukan orang banteng melawan orang sendiri.
- Jika sang gubernur jatuh, benteng pertahanan akan lebih mudah diterobos, target berikut adalah mahkota terbesar kekaisaran.
Kawan Atau Musuh Dalam Selimut ?
Salah satu kelompok yang getor agar bisa bergandengan tangan dengan sang induk banteng, untuk menurunkan sang walikota berduel dengan sang gubernur, anehnya dulu adalah penentang habis-habisan sang induk betina banteng itu sendiri ! memang dalam dunia politik katanya tidak ada kawan atau musuh abadi. Tapi jangan salah pilih kawan, yang ternyata musuh dalam selimut.
Kalau ditelusuri lebih jauh, kelompok tersebut yang mencoba mengetes publik dengan berita pendekar baru dengan jurus kepret akan bertanding melawan sang gubernur. Ketika reaksi rakyat adem ayem saja, mulailah mereka memakai simpatisannya untuk menjadi kelompok relawan, yang seolah mengwakili rakyat banyak, memohon sang walikota agar mau berduel dengan sang gubernur. Mereka juga yang mula-mula menghembuskan isu tentang tenaga kerja asing, dengan data-data yang tidak jelas, yang ujung-ujungnya mengharap bisa menggoyang pemerintah ataupun mempengaruhi sentimen terhadap sang gubernur. Berbagai siasat dan strategi diluncukan tidak perduli jika harus menjilat ludah sendiri, yang penting tujuan akhir tercapai.