Mohon tunggu...
Si Penjelajah Dunia
Si Penjelajah Dunia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Regional Manager

Saya alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, pada tahun 2008 sampai 2012 bekerja di atas kapal pesiar Holland America Line-Dianthus International. Saat ini saya telah selesai memperoleh gelar Magister Humaniora di STF Driyarkara. Selamat menikmati kisah-kisah di berbagai kota yang sempat saya kunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Hidup dalam Zona Nyaman

6 Maret 2017   12:30 Diperbarui: 6 Maret 2017   22:00 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya ingin segera menyelesaikan kuliah bukan karena saya tidak cinta pada kebijaksanaan (φιλοσοφία, philosophia, Cinta pada Kebijaksanaan) tetapi saya ingin mengejar kesempatan yang lain yang lebih besar dari pada sekedar mencintai kebijaksanaan. Kesempatan itu ada di luar bangku kuliah yang terbentang luas di penjuru dunia.

Ketika saya menyelesaikan kuliah S1, saya tidak datang kembali ke kampus untuk menikmati kuliah seminar yang begitu menarik dan nyaman tetapi saya memusatkan perhatian untuk mencari pekerjaan. Panggilan wawancara kerja apa pun saya datangi entah itu walk in interview atau wawancara kerja terjadwal. Bahkan sebelum ijasah resmi keluar, saya sudah mencoba melamar pekerjaan dengan ijasah sementara.

Saya tidak perlu datang lagi ke kampus, ke kantor yang lama atau ke sekolah sebagai alumni yang seakan-akan masih menimba ilmu atau peduli dengan rekan kerja di kantor lama. Hubungan dengan teman-teman lama baik di sekolah, bangku kuliah dan kantor yang lama masih tetap terjalin dengan baik meski sudah keluar dan menjadi alumni. Salah satunya dengan Romo Greg yang saat itu menjadi pemimpin redaksi Majalah Hidup. Pada tanggal 21 Desember 2016, saya memperoleh buku berjudul Hermawan Kartajaya on Church langsung dari penulisnya yaitu Romo Greg Soetomo.

p5160558-58bcf23ff396733c0fb52144.jpg
p5160558-58bcf23ff396733c0fb52144.jpg
Ketika masa sekolah, saya sering melihat banyak alumni yang masih hadir pada orientasi siswa baru. Ingin menunjukkan bahwa mereka masih hadir dan seakan menjadi panutan yang harus dihormati. Pada kenyataan sebenarnya, mereka rutin hadir setelah lulus karena tidak mampu untuk melangkah. Seakan-akan ketika lulus, mereka dicabut dari rutinitasnya yang nyaman atau statusnya sebagai kakak kelas yang dihormati. Mereka takut menghadapi kehidupan di universitas yang sangat berbeda dengan yang mereka alami tahun sebelumnya.

Siapa bilang saya tidak takut ketika saya diwawancarai di Suara Pembaruan oleh sembilan wartawan senior. Jujur saya takut! Saya juga takut dan ragu ketika diwawancarai oleh Mr. Ferry dan Mrs. Truss Kornman dalam Bahasa Inggris. Ketika saya memutuskan untuk keluar dari kapal pesiar dan melanjutkan pendidikan magister di STF Driyarkara, saya juga takut jika tidak mendapatkan pekerjaan atau pekerjaan baru nanti tidak bisa memfasilitasi saya yang sedang kuliah. Saya takut jika uang tabungan saya habis untuk kuliah dan kebutuhan sehari-hari padahal saya belum mendapat pekerjaan.

Jujur saja saya takut dan ragu dengan setiap keputusan yang saya buat. Saya takut gagal! Itulah ketakutan saya ketika saya memutuskan untuk melakukan sebuah lompatan. Saya takut jika nanti saya tidak berhasil dalam tugas dan saya dipecat padahal saya punya berbagai rencana untuk keluarga dan orang tua. Akan tetapi saya juga sadar bahwa itu adalah resiko yang harus ditempuh.

Perubahan tidak akan pernah membuat kita nyaman dan merasa aman. Inilah alasan kenapa setiap tahun kebanjiran tetapi tetap tidak ingin pindah meski sudah diberikan rusun, fasilitas dan berbagai pelatihan.

Semua perubahan itu punya resiko dan kegagalan. Akan tetapi perubahan itu juga membuat saya bisa belajar untuk beradaptasi, belajar hal baru, mempunyai teman baru, hidup dalam lingkungan dan kebudayaan baru dan berbeda. Semua kebaruan itulah yang membuat saya lebih berkembang dan lebih berpengalaman.

img-2662-58bcf250cb23bd1f176c3b98.jpg
img-2662-58bcf250cb23bd1f176c3b98.jpg
Teman saya khawatir karena anaknya yang masih SD mulai jatuh cinta dengan lawan jenis. Ia merasa bahwa belum saatnya anak sekecil itu mulai jatuh cinta. Oleh karena itu, dia mulai memberi berbagai nasihat tentang laki-laki itu seperti apa, kerugian berpacaran, dan berbagai ketakutan agar si anak tidak jatuh cinta.

Bagi saya, mungkin si orang tua takut jika si anak tumbuh maka ia akan pergi dan tidak mencintainya lagi. Orang tua mana yang tidak takut dan merasa tidak nyaman jika si buah hati yang ia lahirkan, dididik, dicintai setiap hari, diciumi setiap malam menjelang tidur tiba-tiba berubah dan mengatakan bahwa ia jatuh cinta dengan teman sekelas atau sedih karena patah hati. Risau, galau, takut, dan lain-lain jelas akan menghantuinya.

Akhirnya jalan pintas adalah jatuh cinta itu tidak baik dengan alasan karena belum saatnya untuk jatuh cinta, belum bisa menghasilkan uang, menganggu pelajaran dan alasan lainnya. Padahal jatuh cinta itu adalah hal alami yang dirasakan semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun