Mohon tunggu...
Si Penjelajah Dunia
Si Penjelajah Dunia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Regional Manager

Saya alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, pada tahun 2008 sampai 2012 bekerja di atas kapal pesiar Holland America Line-Dianthus International. Saat ini saya telah selesai memperoleh gelar Magister Humaniora di STF Driyarkara. Selamat menikmati kisah-kisah di berbagai kota yang sempat saya kunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Harmonisnya Perpaduan Agama Samawi di Kota Tunis

7 Februari 2017   15:28 Diperbarui: 7 Februari 2017   18:53 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lambat laun dunia yang saya tinggali menjadi dunia yang emosional, bukan lagi berpikir jernih dan terpilah-pilah. Keputusan yang dibuat para warganya juga bukanlah sebuah keputusan rasional melainkan lebih emosional. Inggris contohnya memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa agar bisa mempunyai keleluasaan untuk menolak imigran yang datang kenegaranya. Sentimen anti imigran yang dibalut dengan anti muslim semakin kuat di negara Eropa.

Goulette Village Harbor
Goulette Village Harbor
Apa yang Tersisa dari Tunisia?

Saya berkunjung pertama kali ke Tunisia pada tahun 2009 sebelum Arab Spring di Kota Gabes. Kemudian kunjungan berikutnya di Kota Tunis pada tahun 2011 setelah Arab Spring. Tidak ada hal yang berbeda yang terjadi ketika saya berkunjung di Tunis. Masyarakat masih ramah dan mereka sangat mengenal orang Indonesia.

Hubungan Indonesia dan Tunisia sudah terjalin sejak tahun 1951. Pada tahun tersebut, Habib Bourguiba sendiri datang ke Indonesia untuk meminta dukungan bagi kemerdekaan Tunisia. Peran Indonesia saat itu jelas membantu rakyat Tunisia untuk memperoleh kemerdekaannya. Tunisia juga dilibatkan dalam Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 meski masih berstatus peninjau dari Afrika Utara karena masih dijajah oleh Perancis.

Pada tahun 1956, Tunisia memperoleh kemerdekaan dan pemerintah Tunisia memberikan penghargaan tertinggi, Wism Jumhuria dan Al Istihqaq Al Watani, kepada Mohammad Natsir dan Hamid Algadri selaku ketua dan sekretaris jenderal Panitia Pembantu Perjuangan Kemerdekaan Afrika Utara.

Transisi politik yang terjadi di Tunisia setelah Arab Spring tidak sekeras yang terjadi di Suriah atau Libya. Tunisia sendiri setelah tahun 2010 mulai berbenah dan mulai mengembangkan sektor pariwisata yang sempat terpuruk waktu itu. Tempat wisata di Kota Tunis kemudian diperbaiki dan semakin gencar berbagai promosi untuk mengenalkan kembali Tunisia.

Pada tahun 2011, Kota Tunis belum seramai saat ini. Meski Kota Tunis adalah kota terbesar sekaligus ibu kota Tunisia, ketika itu suasana Arab Spring masih terasa. Saat itu saya tidak bisa melihat dari dekat kediaman presiden Fouad Mebazaa, pengganti Presiden Zine El Abidine Ben Ali, karena penjagaan yang sangat ketat.

Acropolium of Carthage
Acropolium of Carthage
Meski suasana Arab Spring masih terasa di Tunis, tetapi kota ini adalah kota yang tenang. Saya sempat berkunjung ke salah satu tempat wisata bernama Acropolium of Carthage. Acropolium of Carthage dikenal juga sebagai Saint Louis Cathedral. Katedral ini merupakan peninggalan kuno Katedral Katolik Roma di Carthage.

Acropolium of Carthage ini terletak di puncak Byrsa Hill dan dekat dengan reruntuhan Punic. Katedral ini dibangun di atas reruntuhan sebuah kuil tua untuk Dewa Eshmun. Bangunan kuil ini masih bisa diakses lewat ruang bawah tanah katedral. Di sini saya menemukan banyak peninggalan dari Romawi Kuno baik dari gaya arsitektur katedral maupun berbagai patung dan reruntuhan di sekitar katedral.

Di tempat ini banyak juga ditemukan para penjual koin kuno yang berasal dari peninggalan Romawi Kuno. Akan tetapi ada baiknya untuk berhati-hati membeli karena banyak juga yang menjual koin tiruan yang mirip dengan aslinya.

Salah satu sisa peninggalan kuil untuk Dewa Eshmun di Acropolium of Carthage
Salah satu sisa peninggalan kuil untuk Dewa Eshmun di Acropolium of Carthage
Carthage sendiri merupakan bagian dari Kota Tunis. Carthage didirikan oleh Putri Elissa, saudara perempuan dari Raja Pygmalion. Carthage pada abad ke-3 memperoleh masa emas karena mendominasi ekonomi di Laut Mediterania. Akan tetapi tiga Perang Punic untuk melawan Roma akhirnya membuat Carthage hancur.

Carthage kemudian didirikan kembali pada tahun 44 dan berada di bawah kekuasaan Romawi di zaman Kaisar Agustus. Kota ini merupakan kota yang paling makmur di Afrika Utara. Meski sempat dijarah oleh kaum Vandal pada tahun 440, kota ini dibangun kembali di zaman kekaisaran Bizantium pada tahun 533. Pada tahun 698, Carthage akhirnya jatuh di tangan orang-orang Arab.

Carthage sendiri sejak tahun 1979 sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai peninggalan kuno yang dilindungi. Reruntuhan Carthage yang menjadi salah satu tempat wisata yang selalu dikunjungi para penjelajah dunia sampai saat ini masih terawat dan dilindungi oleh undang-undang negara Tunisia.

Salah satu toko yang menjual kerajinan tangan dan berbagai Kaligrafi dari penduduk lokal
Salah satu toko yang menjual kerajinan tangan dan berbagai Kaligrafi dari penduduk lokal
Situs-situ sejarah peninggalan Kota Carthage inilah yang menjadi tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh para penjelajah dunia. Salah satunya adalah reruntuhan amphitheater yang merupakan salah satu amphitheater terbesar di jaman kekaisaran Romawi kuno. Amphitheater ini berbentuk oval dengan panjang 65 meter dan lebar 37 meter.

Pagi para penjelajah dunia yang tertarik dengan sejarah masa lalu dan berkunjung ke tempat wisata peninggalan sejarah, jangan lewatkan berkunjung ke reruntuhan Kota Carthage. Selain amphitheater, para penjelajah dunia juga bisa menemukan situs kuno agama punic yang dikenal dengan Kuil Ball Hammon. Selain itu di sini juga terdapat museum Palechristian yang berisi peninggalan arkeologi seperti marmer, peralatan rumah tangga, mosaik dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun