Pada tanggal 26 Juli 2009 adalah salah satu hari istimewa untuk saya. Pada hari itu saya akhirnya berhasil mengunjungi puncak dunia yaitu Kutub Utara. Berkunjung ke Kutub Utara adalah salah satu dari berbagai impian saya yang menjadi kenyataan. Kutub Utara tidak hanya sekadar tempat yang saya pelajari di buku dan di bangku sekolah. Akan tetapi, tempat ini juga bagian dari imajinasi masa kecil.
Saya mengunjungi Kutub Utara dengan kapal pesiar Ms. Prinsendam. Sebelum sampai ke Kutub Utara, Ms. Prinsendam terlebih dahulu menjelajah pemandangan indah Magdalenafjord dan Bear Island. Dalam perjalanan menuju Kutub Utara ada banyak yang dilihat sehingga butuh waktu dua hari untuk sampai ke tempat ini dari Kota Honningsvåg, Norway.
Sayangnya, mungkin generasi yang akan datang lebih sulit untuk bisa melihat massa es yang besar di Kutub Utara karena adanya pemanasan global maka banyak dari es tersebut pecah dan mencair di musim panas. Diperkirakan pada akhir abad ke 21, Laut Arctic akan bebas dari es. Salah satu negara yang saat ini sedang gencar dalam ekspolorasi di Kutub Utara adalah Russia. Selain letak geografis yang dekat dengan Kutub Utara, daerah ini juga menyimpan kekayaan alam yang melimpah ruah, salah satunya minyak bumi.
Satu hal yang menarik yang saya rasakan ketika berkunjung ke Kutub Utara adalah perbedaan siang dan malam. Saya berkunjung di tengah musim panas sehingga 24 jam saya bisa melihat cahaya matahari. Bahkan jam 2 pagi saja cahaya masih ada hanya saja sedikit meredup seperti jam 5 sore di Indonesia. Jika saya melihat di ujung horison, maka matahari itu seperti bola yang memantul, tidak benar-benar tenggelam di ufuk barat. Kalau kita mempelajari geografi, penyebabnya karena kemiringan sumbu bumi 23.5 derajat.
Saya juga baru mengetahui kalau burung pinguin tidak hidup di Kutub Utara. Habitat burung pinguin ada di Kutub Selatan. Salah satu alasannya adalah di Kutub Utara banyak predator. Salah satu predator yang terkenal di tempat ini adalah beruang kutub (polar bear). Saya sendiri tidak melihat beruang kutub secara langsung saat berkunjung di sini. Saya malah melihat beruang kutub pertama kali di Kota Barrow, Alaska.
Lewat tulisan ini, saya juga ingin mengajak para pembaca untuk lebih prihatin terhadap kondisi global yang terjadi saat ini. Apa yang terjadi jika seluruh es di Kutub Utara mencair? Anda bayangkan gunung-gunung es yang besar di sana mencair dan tentu saja berakibat pada kenaikan permukaan air laut.
Salah satu permenungan dalam kunjungan saya ke Kutub Utara adalah keprihatinan terhadap kebiasaan penduduk Indonesia yang hanya memikirkan hidup untuk hari ini tetapi pasrah terhadap hidup berkelanjutan. Contohnya suatu kali seorang pedagang daun salam datang ke tempat saya dan membayar untuk mengambil daun salam. Ketika pedagang ini diberi ijin, langsung pohon daun salam itu ditebang. Saya bertanya, kenapa pohon itu harus ditebang? Jawabannya karena dia sudah membayar.
Saya ingin mengajak para pembaca untuk melakukan hal-hal terkecil dalam hidup kita dan melatih pola pikir berkelanjutan untuk dunia ini. Tidak perlu melakukan hal-hal yang besar seperti berdemonstrasi dengan menurunkan ribuan orang atau berkomentar dan berdebat di berbagai sosial media. Dengan menghemat listrik, menggunakan angkutan umum, memisahkan sampah organik dan non organik, menjaga sumber air, menanam pohon atau tidak balap-balapan di jalan, berarti kita sudah menghemat sumber daya alam dan menjaga lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H