Setiap kali aku melihat sepasang kekasih saling bergandeng tangan, mereka masih menggunakan seragam Putih-Abu. Seringkali aku merasa iri pada mereka, teringat 3 tahun lalu yang pernah aku alami bersamamu, yang kini tinggal kenangan, cukup dikenang dan bukan untuk diulang. Dua pasang anak SMA itu selalu membuat aku iri, selalu mengingatkan pada memori yang sangat indah pada masanya.Â
Seringkali aku duduk ditempat yang dulu sering kita kunjungi hanya untuk berbincang saja. Tapi tahukah kamu? Perbincangan sederhana itu selalu aku rindukan sekarang ini. aku rindu tentang hal-hal indah yang pernah kita lewati bersama, aku rindu menari-nari bersamamu kala hujan datang, aku rindu kala duduk bersamamu menikmati indahnya sang senja yang mengakhiri pertemuan kita di hari itu, dan aku rindu kala mentari menyambut pagi yang akan membawaku bertemu denganmu dan membuat kenangan baru.
Kamu tahu? Betapa bahagianya aku ketika hampir tiga tahun kita membuat kenangan bersama. Apakah kamu tahu? Betapa bahagianya aku ketika kamu mulai mencoba menyayangi aku. Apakah kamu tahu? Seberapa bahagianya aku ketika kamu memanggil ku dengan kata "sayang." Dan apakah kamu tahu? Seberapa bahagianya aku ketika kamu begitu peduli saat kamu tahu aku jatuh sakit. Semua hal yang kamu lakukan untukku sangat membuatku bahagia dan merasa istimewa.
Tapi ternyata mencintaimu ibaratkan menggenggam bom waktu, yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menghancurkan semuanya. Bahkan aku sendiri menyadari hal itu, aku sadar bahwa aku sedang menggenggam bom waktu itu. Tapi aku tetap menggenggamnya seolah tidak takut dengan apa yang akan terjadinya selanjutnya. Aku tetap menggenggamnya dengan penuh keyakinan bahwa kamu akan berusaha untuk menghentikan waktu, agar bom itu tidak meledak dan membuat aku hancur. Aku percaya, aku sangat percaya, kamu akan melakukan itu dan tetap menjaga aku. Aku terus menggenggam bom itu dengan senyum dan tetap percaya.
Detik demi detik terus berlalu, orang-orang disekitarku mulai berteriak dan menyuruhku untuk segera melepaskan bom itu, mereka takut aku terluka. Tapi aku tetap enggan melepaskan bom itu karena aku masih yakin bahwa kamu akan menghentikan waktu demi aku. Detik demi detik terus berlalu dan semakin cepat, orang-orang semakin keras berteriak.Â
Dan untuk kali ini aku merasa sedikit takut, karena percikan api-api kecil sudah mulai menyala. Api-api itu mulai membesar dan membuat luka-luka kecil di tubuhku. Aku semakin takut, tapi aku tetap tidak mau melepaskan bom itu. Walau tubuhku sudah mulai terluka, aku tetap yakin kamu akan memperbaiki semuanya dan menjadikan semuanya baik-baik saja. Aku masih percaya kamu.
Dan ternyata benar bom waktu itu sudah tiba. Bom itu meledak sangat kuat menghempaskan ku pada dataran pasir yang panas nan gersang. Membuat luka ku semakin parah dan terbakar. Tidak ada air sedikitpun, kering, panas, dan sepi. Keadaan itu semakin membuat keadaanku hancur.
Sakit....
Sakit....
Sakit....
kepercayaan yang aku bangun sangat kokoh dan kuat hancur begitu saja. Kamu menyianyiakan kepercayaan yang telah ku bangun selam ini begitu saja. Kamu membuat aku teramat kecewa atas sikapmu. Kamu menabur garam pada setiap luka yang ku dapatkan. Bahkan setelah kejadian yang merenggut segala setiaku, kamu tidak pernah ada kabar apapun.Â