Wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu dengan memproduktifkan donasi tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan. Donasi wakaf dapat berupa benda bergerak, seperti uang dan logam mulia, maupun benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Surplus wakaf produktif inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, seperti pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas. (Depag RI : 2008)
Pada hakikatnya wakaf produktif adalah wakaf yang dapat menghasilkan, yang dimana hasilnya disalurkan kembali sesuai dengan tujuan wakaf. Manfaat wakaf produktif bukan pada bendanya secara langsung, melainkan dari keuntungan atau hasil yang didapatkan. Pada zaman khulafaur rasyidin, Umar bin Khattab mewakafkan sebidang kebun di tanah khaibar, lalu kebun itu dikelola dan hasilnya diberikan untuk tujuan wakaf.
B. Peran Wakaf dalam Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Berdasarkan data dari Badan Wakaf Indonesia (2019), Indonesia mempunyai tanah wakaf sebesar 4.359.443.170 m2, tanah wakaf tersebut tersebar di 435.768 lokasi, dari total tersebut 287.608 lokasi sudah memiliki sertifikat dan 148.160 lokasi belum memiliki sertifikat. Potensi wakaf yang besar belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh Indonesia. Pengalokasian wakaf sebagian besar masih cenderung pada kegiatan ibadah dan kurang mengarah pada kemaslahatan umat. Potensi wakaf uang di Indonesia pun mencapai Rp180 triliun, namun pengumpulan wakaf uang baru mencapai Rp819,36 miliar.
Potensi wakaf yang belum optimal menjadi tantangan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai keuangan dan inklusi syariah khususnya dalam sektor filantropi. Wakaf mempunyai peran dalam menciptakan pasar keuangan inklusif yang lebih luas kepada masyarakat, yaitu:Â
1. Wakaf dapat menjadi  keuangan inklusif. Yaitu ketika wakaf tunai yang dikelola nazhir dapat diakses publik sebagai sumber permodalan usaha yang harus diperlakukan sebagai pinjaman modal berkelanjutan (revolving fund).
2.Aset wakaf yang dikelola nazhir dapat dijadikan prospektus usaha yang digunakan untuk mengakses sumber permodalan lembaga keuangan kepada nazhir yang mengelolanya. (Karta Raharja Ucu:2021)
Disamping itu, dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah kehadiran Bank Wakaf Mikro membantu dalam memberikan akses permodalan kepada masyarakat kecil. Pada tahun 2021 Bank Wakaf Mikro telah berdiri sebanyak 60 cabang di 19 provinsi dengan total 43.806 nasabah. Pada tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan melakukan transformasi digital Bank Wakaf Mikro yang dituangkan ke dalam platform aplikasi dan website.
C. Transformasi Digital Wakaf Produktif
Kaplan, B, et al (dalam Ricky Oktavenus, 2019) mendefinisikan bahwa transformasi digital adalah perubahan yang disebabkan atau dipengaruhi oleh pemakaian teknologi digital dalam setiap aspek kehidupan manusia. Pada era serba digital dan perkembangan teknologi yang pesat dengan penggunaan internet di Indonesia mencapai 202,6 jiwa, transformasi ke arah digital merupakan solusi yang paling tepat dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan komposisi 73,7% penduduk Indonesia sudah menggunakan internet, digitalisasi wakaf merupakan hal yang diperlukan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan syariah.
Menurut survey yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia pada tahun 2020, sebanyak 81% responden memilih tempat menunaikan wakaf yang memiliki faktor kredibilitas, transparansi, dan akuntabilitas yang terjamin serta mempunyai faktor aksesabilitas yang mudah. Maih jauhnya gap antara potensi wakaf dan realisasinya disebabkan masih rendahnya kepercayaan masyarakat kepada pengelola. Pihak pengelola wakaf harus mampu memberikan kredibilitasnya kepada masyarakat. Maka dari itu, dengan transformasi ke arah digital, dapat memudahkan masyarakat untuk berwakaf dan juga pengelola wakaf dapat memberikan hasil kinerjanya kepada masyarakat secara transparan, profesional, dan tepercaya.