Jika mendengar kata "bunuh diri" apa yang terlintas dalam benak kalian? Kesepian? Depresi? Atau kesedihan yang mendalam?
Umumnya, dari berbagai kasus bunuh diri yang terjadi, penyebab utama dari seseorang melakukan bunuh diri adalah ketika seseorang mengalami permasalahan yang sangat berat dan membuat mereka merasa depresi. Ketika seseorang mengalami depresi, maka seringkali keinginan untuk mengakhiri hidup itu muncul dalam benaknya.
Semua alasan itu memang benar adanya. Namun, apakah kalian pernah terpikirkan bahwa faktor penyebab orang melakukan bunuh diri karena rasa solidaritas terhadap kelompok yang berlebihan? Yup, ternyata memiliki rasa solidaritas yang berlebihan pun tidak baik, loh.
Yuk, simak penjelasan berikut ini, ya.
Pada tahun 1897, Emile Durkheim menulis sebuah buku yang berjudul "Suicide" dengan pembahasan tentang sebuah studi kasus bunuh diri yang terjadi di masyarakat serta bentuk perbandingan dan klasifikasinya.
Mungkin sebagian dari kalian bertanya-tanya, siapakah Emile Durkheim itu? Secara singkat, Emile Durkheim merupakan tokoh Sosiologi yang terkenal dengan teori pemikirannya, yaitu Fakta Sosial. Teori ini menjelaskan tentang seluruh cara bertindak, cara berpikir, dan cara merasakan yang umum dalam suatu masyarakat dan berlaku pada individu sebagai suatu paksaan eksternal yang keberadaannya terlepas dari manifestasi individual.
Nah, dalam fakta sosial ini terdapat salah satu permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat, yaitu tingginya angka kasus bunuh diri. Hal inilah yang mendorong Durkheim untuk membahas permasalahan sosial ini dalam sebuah buku yang berjudul "Suicide".
Definisi Bunuh Diri menurut Emile Durkheim
Emile Durkheim memberikan definisi untuk bunuh diri sebagai suatu tindakan manusia yang lebih memilih kematian daripada kehidupan di dunia. Menurut Durkheim, setiap individu memiliki alasan sendiri kenapa dia bunuh diri, tapi alasan tersebut bukanlah yang sebenarnya. Alasan-alasan itu mungkin bisa dikatakan menunjukkan titik-titik kelemahan individu yang bersangkutan, yang menjadi tempat masuk termudah bagi arus yang ada di luar dirinya yang mengandung dorongan untuk menghancurkan diri sendiri.Â
Pada intinya, Durkheim ingin menyatakan bahwa bunuh diri dapat terjadi karena faktor eksternal individu atau karena pengaruh lingkungan masyarakat, bukan karena keinginan dari individu itu sendiri.
Berdasarkan sebabnya, bunuh diri dibagi menjadi empat jenis, yaitu Egoistic Suicide, Altruistic Suicide, Anomic Suicide, dan Fatalistic Suicide. Namun, pada artikel analisis kali ini hanya difokuskan pada pembahasan Altruistic Suicide.
Bunuh Diri Altruistik (Altruistic Suicide)
Bagi sebagian orang, bergabung dengan suatu kelompok dalam masyarakat merupakan kegiatan yang positif dan memang pada dasarnya suatu kelompok terbentuk atas sifat manusia yang dikatakan sebagai makhluk sosial (Homo Socius). Kumpulan manusia yang tergabung dalam kelompok yang sama lambat laun akan menciptakan sebuah ikatan solidaritas. Munculnya rasa solidaritas ini akan mempengaruhi atau bahkan memaksa individu untuk mengikuti berbagai norma atau aturan yang telah disepakati bersama.
Namun, bagaimana jika kelompok masyarakat tersebut bersifat negatif, seperti kelompok radikal atau pemberontak? Tentunya hal tersebut akan berdampak buruk juga, bahkan jika seseorang sudah terdoktrin maka dia tidak dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Jiwa solidaritas yang terlalu tinggi menyebabkan seseorang akan terus mengikuti berbagai aturan yang telah disepakati, meskipun aturan tersebut membahayakan diri sendiri.
Terlalu kuatnya integrasi sosial sebenarnya menyiratkan pengekangan berlebih individu oleh masyarakatnya, individu serasa dikuasai penuh oleh lingkungan sosial sehingga tak dapat berbuat banyak untuk menghindarinya.
Contoh Kasus dan Analisis
Bunuh Diri Altruistik (Altruistic Suicide) dapat kita saksikan pada fenomena bom bunuh diri yang dilakukan oleh salah satu anggota dari kelompok teroris. Seperti yang kita tahu, kelompok teroris memiliki paham radikal yang dibalut dengan agama Islam yang merupakan agama mayoritas masyarakat Indonesia. Pada umumnya, kelompok teroris atau radikal ini memiliki sebuah pemahaman bahwa dengan melakukan bom bunuh diri maka mereka dianggap melakukan jihad yang akan membawa mereka masuk surga.
Pemikiran seperti itu sudah menjadi doktrin bagi para anggotanya. Seseorang yang nekat melakukan bom bunuh diri menunjukan bahwa jiwa solidaritas yang dimilikinya terlalu kuat sehingga dia akan melakukan ideologi kelompoknya. Kondisi inilah yang disebut jiwa solidaritas berlebihan dapat menjadi faktor penyebab dari seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
Selain pada fenomena bom bunuh diri, altruistic ini juga dapat kita lihat di kalangan militer. Misalnya, saat terjadi perang, seseorang akan rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan tim militernya atau menyelamatkan masyarakat banyak. Bunuh diri ini terjadi karena individu memiliki solidaritas yang sangat tinggi dan lebih mementingkan keselamatan kelompok daripada dirinya sendiri.
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa demi kepentingan kelompok, seseorang akan melakukan peraturan atau doktrin ini walaupun akan membahayakan nyawanya, sebab ideologi dalam dirinya sudah terdoktrin untuk ikut dan mengembangkan ajaran yang dianut kelompok radikal tersebut.
Sekian analisis sosiologi terkait teori bunuh diri altruistik yang terlahir dari pemikiran Emile Durkheim. Untuk pembahasan masalah sosial menggunakan perspektif sosiologi selanjutnya mau bahas apa, nih? Silakan tulis di kolom komentar yaa, sobat Socius!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H