Mohon tunggu...
Sinthia Nur Rahmawati
Sinthia Nur Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer | SEO Learner | Mahasiswi Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta

Seorang mahasiswi Sosiologi yang memiliki ketertarikan untuk menganalisis berbagai isu sosial menggunakan teori Sosiologi. Ini merupakan cara saya untuk memahami materi yang telah dipelajari sekaligus mengasah kemampuan saya menjadi seorang Content Writer yang berkompeten.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kehidupan Kolong Tol: Kami Terjebak dalam Jurang Kemiskinan

3 Juli 2023   16:00 Diperbarui: 8 Juli 2023   18:00 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika membaca "jalan tol"?

Seperti yang kita tahu, jalan tol merupakan sebuah infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah sebagai jalur bebas hambatan untuk mendukung mobilitas masyarakat. Sebelum membahas lebih jauh, apakah kalian pernah membayangkan seperti apa kolong tol ketika dijadikan tempat tinggal? Tentu, kolong tol sangat jauh dari kata layak untuk dijadikan tempat tinggal. Namun, bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, kolong tol merupakan kesempatan untuk dijadikan tempat tinggal. Mereka yang terjebak dalam jurang kemiskinan itu tidak punya pilihan lain untuk memilih tempat beristirahat yang lebih layak sebab ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Sungguh ironi, kondisi itu nyata terjadi, bukan hanya cerita fiksi.

Adanya kehidupan tersembunyi di kolong tol merupakan bukti kerasnya kehidupan di Jakarta. Jika kalian hanya melihat gemerlapnya kehidupan di Jakarta dengan dikeliling gedung-gedung pencakar langit, inilah saatnya kalian melihat sisi gelap dari kehidupan Jakarta yang jauh dari kata "kesejahteraan".

Lantas, bagaimana Sosiologi menganalisis fenomena tersebut?

Sebagai pembukaan, teori yang paling relevan untuk menganalisis masalah sosial ini adalah teori tentang kemiskinan. Seperti yang kita tahu, kemiskinan berhubungan erat dengan tingginya lonjakan penduduk, tetapi ketersediaan lapangan pekerjaan sangat rendah. Lonjakan penduduk yang terjadi di Jakarta ini merupakan dampak dari urbanisasi, masyarakat desa yang berada dalam usia produktif lebih memilih mengadu nasib dengan pergi ke kota dan membawa harapan untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. 

"Modal nekat" seringkali didengar dari para pendatang, mereka merantau hanya bermodalkan keberanian mengadu nasib tanpa mempedulikan apakah mereka mampu bersaing dengan kemampuan yang mereka miliki. Mungkin harapan mereka adalah ketika sudah di Jakarta, maka mereka akan bisa menyelesaikan masalah. Namun, kenyataannya para pendatang ini tentu tidak begitu saja terbebas dari masalah. Mereka justru menghadapi masalah baru di tanah rantauan, yaitu persoalan pemukiman atau tempat tinggal yang layak.

Untuk menganalisis permasalahan permukiman di kolong tol ini, kita membutuhkan Imajinasi Sosiologi untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. Dalam imajinasi sosiologi, sudut pandang sebuah masalah dibagi menjadi dua, yaitu Personal Trouble dan Personal Issues. 

Suatu masalah akan dikatakan sebagai masalah sosial ketika seseorang mengalami masalah personal dan masalah itu ternyata dialami oleh banyak orang. Berikut ini analisis Personal Trouble dan Personal Issues dalam kasus kehidupan di kolong tol.

Analisis Personal Trouble menjadi Public Issues

Dalam kasus kehidupan kolong tol, Personal Trouble atau masalah personal yang dihadapi oleh individu adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan primer hidupnya. Hal ini disebabkan karena rendahnya pendidikan sehingga tidak mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Umumnya, individu yang tinggal di kolong tol memiliki mata pencaharian sebagai pengamen, pemulung, atau pekerja serabutan lainnya dengan pendapatan yang sangat minim sehingga terjebak dalam jurang kemiskinan absolut.

Permasalahan tersebut dialami oleh banyak orang, terbukti dengan adanya sekelompok orang yang berjumlah ratusan memilih untuk menjadikan kolong tol Angke sebagai tempat tinggal. Maka dari itu, hunian di kolong tol ini dapat dikatakan sebagai Public Issues atau masalah publik. Tidak hanya terkait kemiskinan, hunian di kolong tol ini juga dikatakan masalah publik karena melanggar peraturan pemerintah tentang larangan menjadikan kolong tol sebagai tempat tinggal karena jalan tol merupakan infrastruktur publik.

Analisis Public Issues menjadi Personal Trouble

Public Issues atau masalah sosial berupa permukiman yang tidak layak di kolong tol ini berdampak pada Personal Trouble yang dialami oleh individu di dalamnya. Masalah ini berdampak langsung kepada anak-anak yang lahir dalam kelompok masyarakat tersebut. Kemiskinan absolut yang dialami orang tuanya membuat seorang anak terjebak dalam jurang kemiskinan yang sama. Ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan sangat berdampak pada kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi untuk anak. Selain itu, akan berdampak juga pada sulitnya seorang anak mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga berujung pada sulitnya mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu, masalah sosial permukiman kolong tol ini juga menimbulkan permasalahan personal yang nantinya akan menjadi masalah sosial lagi. Mereka terjebak dalam jurang kemiskinan absolut.

Selain dengan imajinasi sosiologi, kita dapat menganalisis permasalahan ini menggunakan salah satu teori besar sosiologi, yaitu Teori Struktural Fungsional.

Analisis kasus menggunakan teori Struktural Fungsional

Pandangan struktural fungsional menganggap bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian yang saling berkaitan, jika salah satu bagian mengalami kerusakan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan mempengaruhi struktur secara keseluruhan.

Pemerintah Indonesia melalui amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 memiliki komitmen mensejahterakan rakyatnya. Seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali, berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara". Maka pemerintah selaku pengemban mandat negara berupaya untuk merealisasikan kebijakan pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan secara serentak.

Dari definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa adanya kehidupan tersembunyi di kolong Tol Angke merupakan wujud adanya disfungsi sistem dalam masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah masih belum mampu untuk mewujudkan amanat yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 dan pasal 34 ayat 1 tersebut.

Jika kita analisis lebih lanjut, disfungsi ini terjadi pada lembaga sosial, khususnya Kementerian Sosial yang masih belum mampu untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Permukiman di kolong Tol Angke ini tercipta karena mereka tidak mampu untuk membayar sewa rumah yang lebih layak. Seharusnya, pemerintah menyediakan program rumah sewa yang biaya sewa nya masih disanggupi oleh kelompok masyarakat miskin tersebut.

Selain itu, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Direktorat Jenderal Bina Marga harus melakukan tindakan untuk merelokasi kelompok masyarakat yang membuat permukiman di kolong tol ke tempat yang lebih layak dengan beban biaya yang masih mereka sanggupi.

Pada akhirnya, dapat kita pahami bahwa teori struktural fungsional memandang bahwa masalah sosial terkait kehidupan tersembunyi di kolong tol Angke dapat terjadi karena adanya disfungsi sistem atau lembaga sosial yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, peran pemerintah dan strukturnya sangat dibutuhkan untuk menciptakan fungsionalisme yang nyata di masyarakat sehingga masalah sosial yang terjadi dapat segera terselesaikan,

KESIMPULAN

Potret adanya kehidupan tersembunyi di kolong tol menunjukan bahwa ketimpangan sosial yang terjadi di Jakarta begitu tinggi. Fenomena urbanisasi yang tak terkendali menjadi salah satu faktor penyebab kondisi ini. Mereka, para pendatang, datang membawa harapan yang begitu besar untuk memperbaiki nasib hidupnya di perantauan. Namun, rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki menjadi penghambat untuk mereka mendapatkan pekerjaan yang layak. Kondisi ini membawa mereka terperangkap dalam jurang kemiskinan yang begitu dalam.

Teori Imajinasi Sosiologi menganggap bahwa kehidupan tersembunyi di kolong tol merupakan masalah sosial yang terjadi karena adanya masalah personal yang dialami oleh banyak orang. Dengan menggunakan analisis ini, kita dapat mengetahui akar permasalahan yang dialami oleh masyarakat yang terjebak dalam jurang kemiskinan absolut, serta mengetahui bagaimana dampak masalah sosial ini mempengaruhi masalah personal yang dialami masyarakat tersebut.

Kehidupan tersembunyi di kolong tol ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk melakukan relokasi terhadap sekelompok masyarakat yang mendirikan permukiman di kolong tol tersebut. Mereka berhak mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah perlu membuat berbagai program yang bertujuan untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin tersebut agar memiliki keterampilan sehingga dapat memiliki mata pencaharian yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun