Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika membaca "jalan tol"?
Seperti yang kita tahu, jalan tol merupakan sebuah infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah sebagai jalur bebas hambatan untuk mendukung mobilitas masyarakat. Sebelum membahas lebih jauh, apakah kalian pernah membayangkan seperti apa kolong tol ketika dijadikan tempat tinggal? Tentu, kolong tol sangat jauh dari kata layak untuk dijadikan tempat tinggal. Namun, bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, kolong tol merupakan kesempatan untuk dijadikan tempat tinggal. Mereka yang terjebak dalam jurang kemiskinan itu tidak punya pilihan lain untuk memilih tempat beristirahat yang lebih layak sebab ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Â
Sungguh ironi, kondisi itu nyata terjadi, bukan hanya cerita fiksi.
Adanya kehidupan tersembunyi di kolong tol merupakan bukti kerasnya kehidupan di Jakarta. Jika kalian hanya melihat gemerlapnya kehidupan di Jakarta dengan dikeliling gedung-gedung pencakar langit, inilah saatnya kalian melihat sisi gelap dari kehidupan Jakarta yang jauh dari kata "kesejahteraan".
Lantas, bagaimana Sosiologi menganalisis fenomena tersebut?
Sebagai pembukaan, teori yang paling relevan untuk menganalisis masalah sosial ini adalah teori tentang kemiskinan. Seperti yang kita tahu, kemiskinan berhubungan erat dengan tingginya lonjakan penduduk, tetapi ketersediaan lapangan pekerjaan sangat rendah. Lonjakan penduduk yang terjadi di Jakarta ini merupakan dampak dari urbanisasi, masyarakat desa yang berada dalam usia produktif lebih memilih mengadu nasib dengan pergi ke kota dan membawa harapan untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.Â
"Modal nekat" seringkali didengar dari para pendatang, mereka merantau hanya bermodalkan keberanian mengadu nasib tanpa mempedulikan apakah mereka mampu bersaing dengan kemampuan yang mereka miliki. Mungkin harapan mereka adalah ketika sudah di Jakarta, maka mereka akan bisa menyelesaikan masalah. Namun, kenyataannya para pendatang ini tentu tidak begitu saja terbebas dari masalah. Mereka justru menghadapi masalah baru di tanah rantauan, yaitu persoalan pemukiman atau tempat tinggal yang layak.
Untuk menganalisis permasalahan permukiman di kolong tol ini, kita membutuhkan Imajinasi Sosiologi untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. Dalam imajinasi sosiologi, sudut pandang sebuah masalah dibagi menjadi dua, yaitu Personal Trouble dan Personal Issues.Â
Suatu masalah akan dikatakan sebagai masalah sosial ketika seseorang mengalami masalah personal dan masalah itu ternyata dialami oleh banyak orang. Berikut ini analisis Personal Trouble dan Personal Issues dalam kasus kehidupan di kolong tol.
Analisis Personal Trouble menjadi Public Issues
Dalam kasus kehidupan kolong tol, Personal Trouble atau masalah personal yang dihadapi oleh individu adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan primer hidupnya. Hal ini disebabkan karena rendahnya pendidikan sehingga tidak mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Umumnya, individu yang tinggal di kolong tol memiliki mata pencaharian sebagai pengamen, pemulung, atau pekerja serabutan lainnya dengan pendapatan yang sangat minim sehingga terjebak dalam jurang kemiskinan absolut.
Permasalahan tersebut dialami oleh banyak orang, terbukti dengan adanya sekelompok orang yang berjumlah ratusan memilih untuk menjadikan kolong tol Angke sebagai tempat tinggal. Maka dari itu, hunian di kolong tol ini dapat dikatakan sebagai Public Issues atau masalah publik. Tidak hanya terkait kemiskinan, hunian di kolong tol ini juga dikatakan masalah publik karena melanggar peraturan pemerintah tentang larangan menjadikan kolong tol sebagai tempat tinggal karena jalan tol merupakan infrastruktur publik.
Analisis Public Issues menjadi Personal Trouble
Public Issues atau masalah sosial berupa permukiman yang tidak layak di kolong tol ini berdampak pada Personal Trouble yang dialami oleh individu di dalamnya. Masalah ini berdampak langsung kepada anak-anak yang lahir dalam kelompok masyarakat tersebut. Kemiskinan absolut yang dialami orang tuanya membuat seorang anak terjebak dalam jurang kemiskinan yang sama. Ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan sangat berdampak pada kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi untuk anak. Selain itu, akan berdampak juga pada sulitnya seorang anak mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga berujung pada sulitnya mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu, masalah sosial permukiman kolong tol ini juga menimbulkan permasalahan personal yang nantinya akan menjadi masalah sosial lagi. Mereka terjebak dalam jurang kemiskinan absolut.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!