Sejak 2020 silam, tatanan kehidupan perekonomian maupun kehidupan sosial masyarakat Indonesia mengalami perubahan. Seperti yang kita ketahui, pandemi COVID-19 menyisakan berbagai persoalan kehidupan yang perlu diperbaiki. Tiga tahun yang lalu, pandemi ini membawa perubahan besar yang cenderung merugikan. Adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini menyebabkan seluruh kegiatan masyarakat menjadi terganggu. Pembatasan kegiatan ini mewajibkan seluruh masyarakat beraktivitas di dalam rumah demi menekan angka penyebaran virus.
Seluruh sektor terkena imbasnya, mulai dari sektor pendidikan yang mewajibkan sekolah dari rumah, sektor ekonomi yang seluruh kegiatan jual-beli hingga ekspor-impor terganggu, hingga penutupan sektor pariwisata, baik untuk warga lokal ataupun turis mancanegara. Implikasi dari kebijakan tersebut menyebabkan banyak masyarakat yang pendapatannya menurun drastis.
PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja menjadi suatu hal yang tak bisa dihindari. Kebijakan pembatasan sosial membuat omzet perusahaan merosot tajam karena ketika seluruh kegiatan dialihkan di rumah, maka perputaran perekonomian menjadi terhambat. Hal ini berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat sehingga permintaan produksi menurun tajam. Kondisi tersebut menciptakan pilihan bagi pemimpin perusahaan, berada dalam ancaman kebangkrutan akibat tidak seimbangnya biaya produksi dan keuntungan atau mengorbankan para pekerja demi menekan biaya produksi supaya perusahaan tetap bisa berjalan di tengah kondisi yang sangat sulit.
Tentunya, pilihan yang dipilih oleh para pemimpin perusahaan adalah dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada para pekerjanya. Pilihan tersebut terdengar kejam, tetapi pengelola perusahaan tentunya tidak ingin perusahaannya harus gulung tikar, sehingga perusahaan harus melakukan PHK untuk memangkas biaya produksi demi menjaga kestabilan di tengah pandemi. Begitu banyak masyarakat yang menjadi korban PHK di tengah kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan ini menjadi sebuah permasalahan baru yang bersifat nasional.
Begitu banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat PHK ini berdampak pada tingkat pengangguran yang mengalami peningkatan sangat signifikan. Para korban PHK ini kesulitan menemukan pekerjaan pengganti akibat sulitnya lapangan pekerjaan yang terbuka. Sementara itu, kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi pun menjadi tekanan besar bagi korban PHK. Kondisi tersebut mengakibatkan efek domino terkait kemiskinan dan dapat mengancam kesejahteraan sosial. Ketika para tulang punggung keluarga menjadi korban PHK, maka mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan akan berdampak pada kondisi kesehatan atau pendidikan dari anggota keluarganya.
Analisis Teori Kebijakan Sosial dalam Pembangunan Sosial
Seperti yang kita ketahui, pembangunan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, pembangunan memerlukan pedoman yang terarah atau dinamakan kebijakan yang tujuannya agar peningkatan kesejahteraan dapat tercapai. Kebijakan sosial tentu berkaitan dengan bagaimana pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan yang akan dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Â
Dalam hal ini, pandemi menyebabkan pembangunan sosial terhambat dan kesejahteraan masyarakat terancam. Ketika kondisi keadaan ekonomi masyarakat menurun drastis, pemerintah sebagai pihak berwenang memiliki tanggungjawab untuk mengambil langkah strategis dalam mengatasi kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat. Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membuat suatu kebijakan sosial sebagai upaya mengatasi permasalahan yang sedang terjadi.
Untuk mengatasi permasalahan PHK, pemerintah berupaya membuat kebijakan berupa Program Kartu Pra-Kerja. Program ini telah resmi dan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja. Â Program Kartu Prakerja adalah wujud dari kebijakan sosial berupa program pelatihan atau pengembangan kompetensi sebagai "bekal" untuk masyarakat, baik yang ingin mencari pekerjaan ataupun yang terkena pemutusan hubungan kerja
Dilansir dari situs resmi Prakerja, tertera bahwa pemerintah melakukan kerjasama atau bermitra dengan platform digital yang menyediakan pelatihan secara online, seperti Siapkerja, Tokopedia, Bukalapak, Pintar, Karier.mu, dan Pijar. Selain itu, terdapat mitra job platform juga, seperti Karir.com, Jobs.id, Topkarir, dan JobStreet.
Untuk mewujudkan penyelesaian permasalahan tersebut, pemerintah membuat syarat dan kebijakan yang dapat menjangkau secara luas, di antaranya masyarakat yang berhak mendaftar adalah WNI berusia 18 hingga 64 tahun yang tidak sedang menempuh pendidikan formal. Persyaratan tersebut menunjukan bahwa pemerintah memberikan akses kepada para angkatan kerja untuk mendapat pelatihan. Dengan adanya program Kartu Prakerja ini, remaja berusia 18 tahun yang statusnya baru lulus sekolah pun memiliki hak jika ingin mengikuti pelatihan kerja untuk mendapatkan sertifikasi. Selain itu, bagi para korban PHK, pemerintah memfasilitasi program ini supaya para korban PHK dapat menambah kompetensi baru sehingga tidak menganggur begitu saja.