"Al, hidung kamu Al."
Mendengar aku berkata itu, Ancala langsung bangkit dari posisi tidurnya. Tangan kanannya perlahan memegang hidung dan mengusap darah yang sedari tadi mengalir.
"Oh gapapa ini, mungkin karena faktor udara aja yang terlalu dingin. Udah gapapa, yuk kita prepare summit!"
Meskipun Ancala mengatakan dirinya baik-baik saja, tapi ada yang mencurigakan dari gerak-geriknya.
Aku memastikan kondisinya sekali lagi, "Al, kamu sebenarnya kenapa Al? Kalau kamu lagi nggak enak badan, kita turun aja ya Al, nggak usah lanjutin pendakian ini." kataku pada Ancala.
"Aku gapapa Arunika!" jawabnya.
Aku terus berusaha membujuk Ancala untuk menghentikan pendakian ini, tapi Ancala terus menolaknya.
Di sisi lain, Ancala sembari membersihkan sisa-sisa darah yang masih menempel pada hidung dan pipinya menggunakan tissue basah.
"Ayo, kita summit sekarang. Katanya mau lihat sunrise di Mahameru?" ajak Ancala bersemangat, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Aku yang sangat mengkhawatirkan dia, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nanti.
Sebelum mulai mendaki menuju puncak, aku dan Ancala persiapkan semua dengan baik. Menggunakan gaiter untuk mencegah pasir masuk ke dalam sepatu. Menggunakan sarung tangan dan buff untuk melindungi wajah dari terjangan debu & pasir. Membawa air minum dan waistbag yang berisi handphone dan dompet.