Rasanya ada yang beda.Â
Sepi. Sunyi. Nggak ada canda gurau.
"Arunika?" terdengar suara pria dari arah kejauhan. "Arunika, tunggu aku!"
Kok nggak asing ya sama suaranya? ujarku dalam hati. Perlahan ku'palingkan wajahku, menengok ke arah sumber suara.
"Al?"Â
Aku bergegas lari menuju arah Ancala. "Kamu kemana aja Al? Aku telpon nggak diangkat, aku chat juga nggak dibales. Terus aku tadi sempet ke rumah kamu, tapi kata Bi Arti, kamu sama mama papa kamu nggak ada di rumah. Nggak pulang satu minggu. Kamu kemana Al, kemana?" tanyaku sambil memeluk Ancala. Tanpa sadar, air mata sudah memenuhi pipi aku.
"Maaf ya, eee aku ada urusan keluarga di luar kota."
Tapi disini ada yang berbeda. Aku melihat wajah Ancala sangat pucat, seperti orang sakit.Â
Aku coba memberanikan diri menanyakan hal ini ke Ancala, tapi katanya dia cuma capek aja karena buru-buru mengejarku.
Dengan polosnya, aku percaya -percaya aja dengan ucapan Ancala.
Aku dan Ancala melanjutkan perjalanan ke Pasar Tumpang dengan diantar oleh Pak Amir.