Mohon tunggu...
Sinta Melinda
Sinta Melinda Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | NIM 43223010015 - PRODI S1 AKUNTANSI

Mata Kuliah: pendidikan anti korupsi dan kode etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM, CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

4 Desember 2024   22:25 Diperbarui: 4 Desember 2024   22:25 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Prinsip dasar hukum pidana, yaitu actus reus dan mens rea, telah menjadi fondasi penting dalam menentukan tanggung jawab pidana, baik untuk individu maupun korporasi. Actus reus, yang merujuk pada tindakan melanggar hukum, dan mens rea, yang mengacu pada niat atau mentalitas pelaku, menjadi elemen utama dalam membuktikan sebuah tindak pidana. Dalam kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), kedua prinsip ini diterapkan untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut tidak hanya melakukan pelanggaran hukum, tetapi juga melakukannya dengan kesengajaan.

Kasus ini bermula dari keterlibatan PT NKE dalam sejumlah proyek pemerintah, termasuk pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana di Bali. PT NKE terbukti memanipulasi proses tender proyek, termasuk melakukan suap kepada pejabat pemerintah untuk memastikan kemenangan dalam pengadaan proyek tersebut. Tindakan manipulatif ini merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. Dalam kerangka hukum pidana, manipulasi tersebut merupakan bentuk nyata dari actus reus. Perusahaan, melalui direksi dan stafnya, melakukan tindakan-tindakan seperti pemalsuan dokumen dan pemberian suap, yang jelas melanggar hukum dan menimbulkan kerugian pada kepentingan publik.

Namun, actus reus saja tidak cukup untuk menjatuhkan hukuman. Perlu dibuktikan pula bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan mens rea, yaitu niat jahat atau kesengajaan. Dalam kasus PT NKE, bukti keterlibatan aktif direksi perusahaan, termasuk arahan untuk menyuap pejabat pemerintah, menunjukkan adanya niat jahat untuk memperkaya perusahaan dengan cara melanggar hukum. Keberadaan sistem yang terencana dan skema manipulasi anggaran menunjukkan bahwa tindakan ini bukan hasil dari kelalaian atau kesalahan prosedur semata, melainkan tindakan yang disengaja dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan.

Pengadilan yang menangani kasus ini menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 700 juta kepada PT NKE dan memerintahkan pengembalian uang pengganti sebesar Rp 85 miliar, sebagai upaya untuk memulihkan kerugian negara. Selain itu, direktur utama perusahaan juga dijatuhi hukuman pidana penjara, karena terbukti mengarahkan dan menyetujui tindakan-tindakan korupsi tersebut. Sanksi ini mencerminkan penerapan prinsip tanggung jawab pidana korporasi di Indonesia, yang memungkinkan korporasi sebagai entitas hukum dimintai pertanggungjawaban atas tindakan melanggar hukum yang mereka lakukan.

Kasus ini menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama dalam menegakkan hukum terhadap korporasi. Melalui kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan peran strategisnya dalam mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan sektor swasta. KPK tidak hanya berhasil membongkar praktik kotor dalam pengadaan proyek, tetapi juga mengirimkan pesan tegas bahwa korporasi tidak kebal hukum.

Selain memberikan hukuman, kasus ini juga menyoroti pentingnya reformasi dalam proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas menjadi elemen penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Melalui edukasi antikorupsi dan penguatan sistem pengawasan, diharapkan korupsi dalam sektor korporasi dapat diminimalisasi. Kasus PT NKE mengajarkan bahwa integritas dalam praktik bisnis tidak hanya melibatkan kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga kesadaran moral untuk tidak merugikan kepentingan publik.

Sebagai kesimpulan, penerapan prinsip actus reus dan mens rea dalam kasus ini menunjukkan bagaimana hukum pidana digunakan untuk menegakkan keadilan. PT NKE, melalui tindakan sistematisnya, melanggar hukum secara sadar dan sengaja, sehingga layak mendapatkan sanksi hukum. Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi korporasi lain untuk menjalankan bisnis dengan etika dan integritas, demi menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan bebas dari korupsi.

 

Edward Coke: Actus Reus dan Mens Rea dalam Hukum

Edward Coke adalah tokoh penting dalam sejarah hukum Inggris yang dikenal melalui kontribusinya dalam pengembangan prinsip dasar hukum pidana, yaitu actus reus (tindakan melanggar hukum) dan mens rea (niat jahat). Prinsip ini menjadi landasan untuk menentukan tanggung jawab pidana, termasuk dalam tindak pidana korupsi.

  1. Actus Reus adalah elemen tindakan nyata yang melanggar hukum. Dalam konteks korupsi, actus reus meliputi tindakan-tindakan seperti penyuapan, manipulasi tender, dan penggelapan dana.
  2. Mens Rea adalah niat atau sikap batin pelaku ketika melakukan tindakan tersebut. Korupsi tidak hanya melibatkan tindakan, tetapi juga niat untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Korupsi di Indonesia: Elemen Actus Reus dan Mens Rea

Korupsi di Indonesia sering kali melibatkan perusahaan atau korporasi. Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana jika terbukti melakukan tindakan melanggar hukum dengan niat tertentu. Salah satu kasus yang menonjol adalah kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE).

Kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE)

Latar Belakang Kasus:

PT NKE, sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah, terlibat dalam korupsi proyek pemerintah. Perusahaan ini terbukti memanipulasi proses tender dan melakukan penyuapan untuk memenangkan proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana di Bali. Tindakannya menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), sebelumnya dikenal sebagai PT Duta Graha Indah (DGI), adalah salah satu korporasi di Indonesia yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Kasus ini tidak hanya mengungkap sisi gelap praktik bisnis, tetapi juga menjadi preseden penting dalam penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi di Indonesia.

PT NKE terlibat dalam manipulasi proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah pada sejumlah proyek infrastruktur, termasuk:

  1. Proyek Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana di Bali.
  2. Proyek Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, yang terkait dengan ajang olahraga SEA Games.

Modus operandi yang digunakan perusahaan ini melibatkan:

  • Manipulasi Tender: PT NKE bekerja sama dengan pejabat pemerintah untuk memenangkan proyek secara tidak sah melalui pemberian suap dan gratifikasi.
  • Mark-up Anggaran: Perusahaan menaikkan anggaran proyek sehingga ada kelebihan dana yang kemudian disalahgunakan.
  • Kolusi: Hubungan erat dengan pejabat pemerintah dijalin untuk memastikan perusahaan memenangkan kontrak proyek strategis.

Actus Reus dalam Kasus Ini:

  • Penyuapan terhadap pejabat pemerintah untuk memenangkan tender proyek.
  • Manipulasi spesifikasi proyek dan mark-up anggaran.
  • Penggelapan dana proyek pemerintah.
  • Pemalsuan dokumen terkait spesifikasi proyek guna memenuhi syarat tender secara formal.

Mens Rea dalam Kasus Ini:

  • Bukti adanya niat jahat terlihat dari sistematisasi pemberian suap oleh perusahaan untuk memastikan kemenangan dalam tender proyek.
  • Kesengajaan untuk merugikan negara demi keuntungan pribadi dan perusahaan.

Kerugian Negara dan Sanksi

  • Total kerugian negara akibat kasus ini mencapai puluhan miliar rupiah.
  • PT NKE dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 700 juta dan uang pengganti sebesar Rp 85 miliar. Selain itu, direktur utama perusahaan dijatuhi hukuman pidana

Peran KPK dalam Penanganan Kasus

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berperan penting dalam membongkar kasus ini. KPK mengumpulkan bukti-bukti, termasuk dokumen proyek, aliran dana, dan komunikasi antara pejabat pemerintah dan korporasi. Penanganan kasus ini menunjukkan keberhasilan KPK dalam menegakkan hukum terhadap korporasi yang terlibat korupsi

Kerugian Negara

Berdasarkan laporan KPK dan hasil persidangan, kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakan korupsi PT NKE mencapai:

  • Kerugian pada proyek Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana: Puluhan miliar rupiah.
  • Total kerugian dalam berbagai proyek: Rp 85 miliar (yang harus dikembalikan oleh perusahaan sebagai uang pengganti).

Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana korupsi dalam sektor pengadaan barang/jasa dapat berdampak besar pada keuangan negara dan kualitas pembangunan infrastruktur

Proses Hukum

  1. Investigasi oleh KPK:

    • KPK mulai menyelidiki kasus ini setelah menemukan bukti awal keterlibatan PT NKE dalam sejumlah proyek pemerintah.
    • Investigasi melibatkan analisis dokumen tender, aliran dana, dan komunikasi antara pejabat perusahaan dan pemerintah
  2. Putusan Pengadilan:

    • PT NKE dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
    • Pengadilan menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 700 juta kepada korporasi, serta mewajibkan pengembalian uang pengganti sebesar Rp 85 miliar.
  3. Sanksi untuk Direksi:

    • Direktur Utama PT NKE dijatuhi hukuman pidana penjara karena terbukti mengarahkan dan menyetujui tindakan korupsi yang dilakukan perusahaan.

Pentingnya Prinsip Actus Reus dan Mens Rea

Prinsip hukum pidana yang dikembangkan oleh Edward Coke, yaitu actus reus dan mens rea, diterapkan dalam kasus ini untuk menentukan pertanggungjawaban pidana korporasi. Elemen-elemen ini membantu menjawab dua pertanyaan kunci:

  1. Apakah ada tindakan yang melanggar hukum? Dalam kasus ini, jawabannya adalah ya, karena terbukti adanya penyuapan, kolusi, dan manipulasi anggaran.
  2. Apakah tindakan tersebut dilakukan dengan niat jahat? Bukti menunjukkan bahwa tindak pidana ini adalah hasil dari strategi terencana, bukan kesalahan administratif semata.

Dampak dan Implikasi

Kasus PT NKE membawa dampak yang luas, antara lain:

  1. Preseden Hukum: Menunjukkan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara langsung, termasuk melalui mekanisme denda dan penggantian kerugian negara.
  2. Peningkatan Pengawasan: Mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap pengadaan barang/jasa dan mendorong transparansi dalam proses tender.
  3. Reformasi Praktik Bisnis: Memberikan pelajaran kepada perusahaan lain untuk menjalankan bisnis secara etis dan sesuai aturan hukum.

Pentingnya Edukasi dan Pencegahan

Kasus PT NKE menjadi pelajaran penting tentang perlunya transparansi dan integritas dalam pengelolaan proyek pemerintah. KPK terus menggalakkan program pendidikan antikorupsi untuk mencegah pengulangan kasus serupa, baik di sektor publik maupun swasta

Prinsip Edward Coke tentang actus reus dan mens rea sangat relevan dalam memberantas korupsi di Indonesia. Kasus PT NKE adalah contoh nyata bagaimana elemen ini diterapkan dalam hukum pidana korporasi. Tindakan tegas terhadap pelaku korupsi, baik individu maupun korporasi, harus terus dilakukan untuk memastikan keadilan dan menjaga keuangan negara.

Kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring adalah salah satu contoh nyata bagaimana prinsip actus reus dan mens rea dapat diterapkan untuk menegakkan hukum terhadap korupsi di sektor korporasi. Penanganan kasus ini oleh KPK menunjukkan komitmen Indonesia dalam memberantas korupsi dan menjaga integritas sektor publik dan swasta.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan Kasus Korupsi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE).

Diakses dari situs resmi KPK

Coke, Edward. Institutes of the Laws of England. 1628. (Dasar pengembangan prinsip hukum actus 

reus dan mens rea).

Simons, Kenneth. Actus Reus, Mens Rea, and Criminal Responsibility. Cambridge University Press.

Suyatno, Edi. Penegakan Hukum Pidana Korporasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2019.

Agus Rahardjo. KPK dan Reformasi Antikorupsi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun