Mohon tunggu...
Sinta Melinda
Sinta Melinda Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | NIM 43223010015 - PRODI S1 AKUNTANSI

Mata Kuliah: pendidikan anti korupsi dan kode etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM, CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Menurut Aristoteles

9 Oktober 2024   11:52 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:57 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sarjana, seseorang memiliki kemampuan untuk merenungkan etika dan moral secara mendalam. Aristotle memandang kebahagiaan sebagai hasil dari praktik kebajikan, dan kebajikan adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan dikembangkan melalui akal dan pengalaman. Dalam proses ini, sarjana tidak hanya mengejar kesuksesan intelektual, tetapi juga harus menjadi panutan moral bagi orang lain. Etika kebahagiaan Aristotle menekankan pentingnya hidup yang bermakna dengan tujuan yang lebih tinggi, bukan sekadar hidup dalam kemewahan material.

Kebahagiaan Sebagai Tujuan Akhir

Menurut Aristotle, kebahagiaan adalah tujuan akhir semua tindakan manusia. Dalam hal ini, sarjana memiliki kesempatan untuk memahami kebahagiaan dalam arti yang lebih dalam dan luas. Menjadi sarjana memungkinkan seseorang untuk menggali makna kebahagiaan yang lebih tinggi, yang tidak hanya terbatas pada kesenangan sementara, tetapi juga mencakup pengembangan diri yang holistik dan kontributif terhadap masyarakat.

Peran Sosial dan Tanggung Jawab

Menjadi sarjana memberikan tanggung jawab sosial yang besar. Sarjana dianggap sebagai individu yang memiliki kapasitas lebih untuk memengaruhi masyarakat dengan ide-ide, inovasi, dan kebijaksanaan yang mereka hasilkan. Dalam pandangan Aristotle, kebahagiaan tidak dapat dicapai secara individu tanpa melibatkan hubungan sosial yang baik. Sarjana, sebagai pemikir dan pembimbing, memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi sosial yang mendukung kebahagiaan bersama.

Proses Kontemplatif dan Kebebasan Berpikir

Aristotle menekankan pentingnya proses kontemplasi untuk mencapai kebahagiaan. Bagi seorang sarjana, kontemplasi adalah inti dari pekerjaan mereka. Dengan mempertimbangkan etika kebahagiaan Aristotle, menjadi sarjana memberikan kesempatan untuk hidup dengan penuh kesadaran, memikirkan hal-hal penting dalam kehidupan, dan membuat keputusan berdasarkan kebajikan dan rasionalitas. Dalam kebebasan berpikir inilah sarjana menemukan makna dan kebahagiaan sejati.

How

Menjadi sarjana, terutama dalam konteks menciptakan etika kebahagiaan menurut Aristotle, sangat penting karena keduanya menekankan pengembangan intelektual dan moral yang tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.

Aristotle menekankan bahwa manusia secara alami mencari pengetahuan. Menjadi sarjana adalah jalan untuk mencapai pengetahuan tertinggi, yang menurut Aristotle seharusnya membawa kita pada kebijaksanaan (sophia) dan kehidupan yang baik (eudaimonia). Kebahagiaan sejati tidak berasal dari kesenangan fisik semata, tetapi dari pemahaman mendalam tentang kehidupan yang didasarkan pada kebajikan dan akal sehat. Dalam konteks modern, ini berarti seorang sarjana diharapkan menggunakan pengetahuan untuk memperbaiki kehidupan pribadi dan berkontribusi bagi kebaikan masyarakat.

Sebagai sarjana, seseorang memiliki kemampuan untuk merenungkan etika dan moral secara mendalam. Aristotle memandang kebahagiaan sebagai hasil dari praktik kebajikan, dan kebajikan adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan dikembangkan melalui akal dan pengalaman. Dalam proses ini, sarjana tidak hanya mengejar kesuksesan intelektual, tetapi juga harus menjadi panutan moral bagi orang lain. Etika kebahagiaan Aristotle menekankan pentingnya hidup yang bermakna dengan tujuan yang lebih tinggi, bukan sekadar hidup dalam kemewahan material.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun