Ditemukan dan dibangunnya sumber mata air Cibadak mampu mengatasi wabah kolera dan memenuhi kebutuhan masyarakat atas pasokan air bersih. Pada tahun yang sama Gedong Cai Tjibadak akhirnya diresmikan, tepatnya di hari Rabu, 30 Desember 1921, yang dihadiri pula oleh Bupati Kota Bandung yaitu Raden Wiranata Kusuma V serta para pejabat lainya.
Memiliki peranan yang sangat penting hingga saat ini, Gedong Cai Tjibadak telah dideklarasikan sebagai salah satu warisan cagar budaya pada tahun 2018 di masa pemerintahan Wali Kota Bandung, Yana Mulayana.Â
Dalam hal ini, Nugi Herdian, salah satu pegiat di Komunitas CAI berharap bahwa Gedong Cai Tjibadak tak hanya menjadi sebuah tontonan saja, melaikan mampu menjadi tuntunan bagi masyarakat.Â
Walau bagaimanapun sumber mata air yang mengairi setiap kebutuhan akan air masyarakat bersumber dari sana. Lebih jauh, Nugi juga mengungkapkan adanya penurunan debit air di Cibadak yang mencapai sekitar 19 liter perdetik.Â
Hal ini dilatar belakangi oleh alih pungsi lahan dan menurunnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengaja stabilitas alam. Oleh karena itu, beliau menambahakan bahwa kini perilaku manusia harus benar-benar dikoreksi dalam hal mengaja lingkungan sekitar terutama dalam pemeliharaan Gedong Cai Tjibadak.
Gedong Cai Tjibadak sendiri memiliki potensi wisata yang menjanjikan, baik bagi pengembangan perekonomian, kualitas hidup, dan pengembangan pendidikan karakter. Sehingga pada akhirnya peran serta pemangku kebijakan dan masyarakat sangat dibutuhkan.Â
Masyarakat harus sadar dan peka dengan potensi yang ada, dalam rangka melestarikan budaya (tempat) dan menuntun wisatawan agar peduli terhadap lingkungan.Â
Menurut Nugi Herdian, pendidikan karakter seyogyanya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan melakukan kebaikan.Â
Hal ini sejalan dengan konsep kearifan lokal yang dikembangkan oleh para leluhur kita. Baik dari sisi tatanan sosial, pemerintahan, dan perekonomian semua semestinya mengarah pada tertatanya kesetabilan lingkungan, ekonomi, serta segala penyokong kebutuhan pangan.Â
Seperti pitutur Sunda buhun yang mengatakan gawir awian, daratan sawahan, gunung kaian, merupakan salah satu konsep yang diterapkan oleh leluhur kita sehingga bagaimana konsep-konsep ini dampaknya dapat dinikmati oleh kita sampai sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H