Mohon tunggu...
Sinta NurFatimah
Sinta NurFatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

JJ Fansbase

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pencatatan Perkawinan Menurut Perundang-Undangan di Indonesia

22 Februari 2023   23:35 Diperbarui: 7 Maret 2023   20:14 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat disimpulkan bahwa sejarah hukum perkawinan dibagi menjadi dua periode, yaitu: (1) sebelum adanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan (2) setelah terciptanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perkawinan, meskipun sebenarnya tidak diwajibkan oleh undang-undang. Hal ini disebabkan karena pencatatan perkawinan merupakan syarat pengakuan negara, yang memiliki banyak akibat hukum bagi mereka yang terlibat. Menurut penjelasan umum UU Perkawinan, pencatatan setiap perkawinan sama dengan peristiwa penting dalam hidup seperti kelahiran dan kematian yang dicatat dalam akta, dan akta yang juga dicatat dalam buku register rekaman. Landasan filosofis, perkawinan menurut hukum Islam yang menurut landasan filosofis adalah berdasarkan Pancasila, Landasan sosiologis, Keberadaan pencatatan perkawinan di Indonesia secara sosiologis diakui dapat dilihat dari dua segi yaitu pengakuan masyarakat dan kebijakan pemerintah, Yuridis, Menurut Mahkamah Konstitusi, pentingnya kewajiban administratif berupa pencatatan perkawinan dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang negara dan individu. Ada berbagai dampak yang timbul dari tidak dilakukan pencacatan perkawinan ialah seseorang tidak bisa mengakui status pernikahan mereka karena tidak bisa membuktikan secara administrasi sehingga menyebabkan pernikahan mereka tidak dianggap sah. Dengan tidak sahnya suatu perkawinan maka juga akan berdampak pada anak yang lahir dalam perkawinan tersebut dimana sang anak tidak dapat mendapatkan perwalian serta waris dari ayahnya. Selain itu jika sudah tidak cocok dan ingin bercerai meraka tidak dapat menuntut hak satu sama lain dikarenakan mereka tidak memiliki kekebalan hukum.

Kelompok 5 HKI 4D:

1. Sinta Nur Fatimah (212121124)

2. Azizah Putri Lathifah (212121125)

3. Achmad Wissanggeni (212121128)

4. Dzawaata Afnan (212121134)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun