Mohon tunggu...
Sinna Hermanto
Sinna Hermanto Mohon Tunggu... -

hm :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kado Ultah Putri

16 Desember 2011   02:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:12 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Masakan bapak tidak enak, terlalu asin," protes Putri sesaat setelah suapan pertama masuk mulutnya.

"Putri harus bersyukur hari ini masih bisa makan. Tetangga kita banyak yang tak bisa makan, loh. Ya sudah, nanti kalau bapak pulang, biar dibelikan sayur di warung Mak Jah."

***

Mulut Putri seakan terkunci saat hendak menyampaikan keinginannya tentang hadiah ultah itu. Bukan permintaan yang muluk, bukan? Pikirnya. Tiap tahun saja teman-teman sekolahnya selalu ganti seragam baru, tas baru, sepatu baru atau sepeda baru. Toh selama ini Putri tak punya sepeda dan harus berjalan ke sekolah sejauh 1 km lebih dengan jalan kaki. Pun tas sekolahnya dari kelas 1 dulu hingga kenaikan kelas 4 ini belum juga ganti yang baru. Padahal sudah ditambal sulam di sana sini, batin Putri dalam hati.

Sepulang mengaji di TPQ sore tadi, samar-samar dia mendengar perbincangan bapak ibunya tentang biaya operasi senilai jutaan rupiah, pengangkatan sel kanker, kemoterapi, amputasi, surat miskin dari pak RT dan isak tangis ibu menjadi latar perbincangan itu. Sebenarnya ibu sakit apa? Teriak Putri dalam hati.

***

Hingga malam menjelang, Putri masih saja bergelut dengan hadiah ultah dan penyakit ibu. Konsentrasi belajarnya sedikit terganggu. Bahkan, frekuensi batuk ibunya makin sering terdengar ketika dia mengerjakan PR-nya. Putri pun menengok ke arah kamar ibu di balik kelambu tipis yang berfungsi sebagai daun pintu. Dilihatnya pula bapak yang duduk di pinggir ranjang sambil memijat punggung ibu yang terbatuk-batuk.

"Put, ambilkan air minum untuk ibu!" Teriak bapak dari kamar. Putri pun segera membawa segelas air untuk ibunya.

Begitu masuk, Putri melihat tangan, mulut, baju dan ranjang ibu ada bercak darah. Bapak sibuk mengelap darah itu. Putri ketakutan. Perasaan sebagai anak mengatakan sakit ibu bukan batuk biasa sebagaimana saat dia kelamaan hujan-hujan bila pergantian musim tiba. Setelah bapak memberi ibu air minum, dia meminta putri membereskan tas sekolah dan seragamnya karena harus bermalam di rumah Mak Jah. Sebenarnya ibu menolak diantar ke rumah sakit tetapi kalah oleh ucapan bapak.

Mak Jah sendiri adalah lansia yang hidup sebatang kara karena suami dan dua anaknya meninggal dalam kecelakaan kereta api. Maka, kehadiran Putri di rumahnya akan menyemarakkan harinya yang sepi.

"Mak, titip Putri lagi, ya. Saya akan mengantar ibunya ke rumah sakit. Putri jangan rewel. Besok harus sekolah." Ucap bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun