Banyak ragam persoalan yang harus dihadapi saat melaksanakan profesi Advokat. Ketika pemeriksaan tengah berlangsung di hadapan penyidik. Debat sengit tidak asing terdengar riuh.
Meski KUHAP telah memberi batasan dalam Pasal 115 ayat (1), menegaskan, "Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan." Apakah ada saksi menguntungkan tersangka urusannya di pengadilan. Itu saja.
Masalah seputaran penegakan hukum di negeri kita semakin membingungkan ketika profesi  Advokat sedang berintraksi terkait hak imunitas dengan Obstruction of justice (merintangi proses penyidikan). Profesi Advokat pernah ramai dibicarakan publik setelah KPK menetapkan Advokat Fredrich Yunadi sebagai tersangka karena dituding menghalangi proses penyidikan dalam kasus mega korupsi pengadaan e-KTP.
Meskipun hak imunitas (kekebalan) profesi Advokat secara tegas dlindungi hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan Pasal 16 UU Advokat dan diperluas melalui putusan MK No. 26/PUU-XI/2013. Namun, ternyata Hak imunitas  demikian tidaklah berlaku absolut karena dibatasi makna itikad baik dalam putusan MK wajib dijunjung tinggi oleh Advokat.
Advokat dalam menjalankan tugas-tugas profesi tidak dapat berbuat sesuka hati. Menyuruh klien lari dari kejaran Polisi jelas tidak beritikad baik dalam menegakkan hukum. Atau memerintahkan tersangka (klien) agar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik tidak perlu ditandatangani. Hal demikian bukan lagi dalam rangka memberi nasihat hukum yang beritikad baik.
Penulis: Uratta Ginting, SH, Advokat, Pemberi Bantuan Hukum Yesaya 56 Langkat, tinggal di Medan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H