Namun, persepsi masyarakat acapkali merusak marwah profesi Officium Nobile Advokat, terutama dari pihak keluarga korban. Kehadiran Advokat dalam fenomena ini sering tidak disukai. "Orang salah koq masih dibela," ucapnya.
Pada hal Inti dari pembelaan yang dikemas oleh Advokat/Penasihat Hukum hanya terkait objek yang dibela adalah kepentingan hukum terdakwa, bukan semata-mata mengenai perbuatan pribadi terdakwa yang telah melukai mengakibatkan korban tewas.
Pembelaan Penasihat Hukum meliputi eksepsi agar menolak atau tidak menerima dakwaan; tuntutan jaksa daluarsa; terdakwa harus dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan hukum; permohonan keringanan hukuman.
Pengacara DiserbuÂ
Satu peristiwa sadis menyulut kemarahan sebagian besar masyarakat. Tersangka kasus perampokan disertai pemerkosaan di PN Bekasi beberapa waktu lalu, 4 orang Penasihat Hukum terdakwa diserbu massa; bahkan sempat disandera selama 3 jam di sebuah ruangan.
Lain lagi kasus calo PNS di PN Medan tahun 2011 lalu, para korban datang menyerbu membuat sang Pengacara harus melarikan diri lari lewat jendela ruang sidang pengadilan.
Kehadiran Advokat merupakan hak konstitusional terdakwa untuk mendampingi dirinya selama proses pemeriksaan yang sifatnya imperatif seperti Pasal 54 KUHAP, terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang penasihat hukum atau lebih; bahkan lebih imperatif lagi sebagaimana diatur Pasal 56 KUHAP. Karena bila tersangka/terdakwa tanpa didampingi Penasihat Hukum, dakwaan yang disusun jaksa terancam batal demi hukum.
Pengacara atau Advokat adalah profesi terhormat (Officium Nobille) karena profesi tersebut memberi layanan jasa hukum kepada masyarakat luas, berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Memang liku-liku profesi Advokat sebagai pejuang kebenaran dan keadilan, selalu rentan dengan persoalan yang dapat menimpa diri sendiri. Saat Advokat bertindak sebagai kuasa hukum dalam perkara perdata, hal-hal yang tidak diinginkan bisa terjadi, kemungkinan besar akibat tidak mampu memahami tupoksinya sebagai kuasa hukum.
Petugas mengukur batas-batas tanah objek sengketa, misalnya, ada pejabat yang berwenang khusus untuk itu. Bukan tugas kuasa yang terjun langsung mengukur tanah sengketa. Kontak fisik di lapangan tak dapat dihindari, akibatnya sangat faktal. Seorang Advokat tewas di tempat diseret-seret pihak lawan perkara.
Kemudian terkait eksekusi, kuasa hukum menguji nyali seakan ingin tampil beda Eksekusi dilaksanakan sendiri secara ilegal. Dua orang kuasa hukum pernah diadili sebagai terdakwa karena menggelar eksekusi lahan tanpa perintah pengadilan.