Mohon tunggu...
Sindi Septiana Kusumawati
Sindi Septiana Kusumawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Jangan lupa baca Al-Qur'an

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku "Dispensasi Perkawinan di Bawah Umur"

12 Maret 2024   15:31 Diperbarui: 12 Maret 2024   15:43 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Informasi Buku:

Judul Buku : Dispensasi Perkawinan Dibawah Umur

Nama Pengarang: Dr. H. Khoirul Abror, M.H.

Nama Penerbit: DIVA Press - Yogyakarta 

Tahun Terbit: 2019, Cetakan Pertama

Tebal Buku: 252 hlmn; 15, 5 x 24 cm 

ISBN 978-602-391-885-0

A.Latar Belakang

Pernikahan dini masih menjadi fenomena di negeri ini. Beberapa sumber menyebutkan bahwa angka perkawinan dini masih tinggi terjadi di Indonesia. Tingginya angka perkawinan dini di negeri ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya faktor budaya, faktor tradisi, faktor agama, faktor kemiskinan dan faktor pergaulan bebas. Memprihatinkan, faktor pergaulan bebas mendominasi terjadinya perkawinan di bawah umur di antara beberapa faktor tersebut. Tingginya angka pernikahan dini tersebut membuat kita prihatin, terlepas dari beberapa faktor dominan di atas. Keprihatinan inilah yang tampaknya ikut dirasakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga pada akhir tahun 2018 lalu menyatakan bahwa Indonesia darurat pernikahan anak. Oleh sebab itu, MK meminta DPR segera merevisi UU Perkawinan agar batasan minimal usia perkawinan dinaikkan. Pada tanggal 16 September 2019 lalu, DPR pun mengetuk palu adanya revisi UU Perkawinan, terutama mengenai batas minimal usia perkawinan bagi perempuan. Batas minimal usia perempuan dinilai masih diskriminatif karena terpaut 3 tahun lebih muda dibanding laki-laki yang batas usianya 19 tahun. Melalui penetapan tersebut, batas usia minimal perempuan menikah akhirnya disamakan dengan laki-laki, yaitu berusia minimal 19 tahun. Dispensasi perkawinan memang lahir untuk mengakomodir mereka yang ingin menikah sebelum memasuki batas usia minimal (dewasa) yang ditetapkan oleh Negara. Pengadilan akan melihat apakah syarat-syarat dan alasan untuk menikah dini dapat dilakukan sehingga mendapatkan izin dilakukannya sebuah perkawinan.

B.Isi Buku

Pada BAB 1, buku ini secara komprehensif membahas tentang perkawinan dalam konteks Islam dan hukum positif di Indonesia, dimulai dengan menjelaskan definisi perkawinan serta dasar hukumnya yang menjadi landasan bagi praktik perkawinan dalam masyarakat Muslim. Definisi perkawinan sebagai ikatan yang sah antara seorang pria dan seorang wanita dalam bingkai syariat Islam, bersamaan dengan rujukan kepada ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi landasan utama hukum Islam. Selanjutnya, bab ini menguraikan syarat dan rukun perkawinan menurut perspektif Islam, yang meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dianggap sah, seperti persetujuan kedua belah pihak, wali yang menjadi wakil wanita, mahar, serta saksi-saksi yang menyaksikan ijab dan qabul. Di samping itu, pembahasan juga mencakup aspek-aspek yang menjadi rukun perkawinan, seperti ijab dan qabul serta disertai dengan penjelasan mendalam mengenai implikasi hukumnya. Tidak hanya itu, bab ini juga menggali tujuan dan hikmah perkawinan dalam Islam, yang melampaui sekadar aspek fisik dan emosional, tetapi juga mencakup dimensi spiritual dan sosial. Perkawinan dipandang sebagai institusi yang dapat memberikan kebahagiaan dan kedamaian dalam membina rumah tangga serta menjadi landasan bagi pembentukan keluarga yang harmonis dan berkembang secara moral dan spiritual. Selanjutnya, bab ini menawarkan perbandingan yang mendalam antara perspektif Islam (fiqh) dan hukum positif di Indonesia terkait dengan perkawinan. Perbandingan ini mencakup perbedaan dan persamaan dalam pendekatan, syarat-syarat, serta implikasi hukum antara kedua sistem tersebut. Hal ini memungkinkan pembaca untuk memahami kompleksitas serta dinamika perkawinan dalam konteks hukum Indonesia yang mengakomodasi nilai-nilai agama dan kebutuhan masyarakat secara holistik. Dengan demikian, bab ini memberikan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh mengenai perkawinan dalam perspektif Islam dan hukum positif di Indonesia, memberikan landasan yang kokoh bagi pembaca dalam memahami serta mengaplikasikan aturan-aturan yang berkaitan dengan institusi perkawinan.

Pada BAB 2, tentang Usia Perkawinan Menurut Islam dan Hukum Positif memberikan pemahaman mendalam mengenai perspektif hukum Islam dan hukum positif terkait dengan usia perkawinan. Dalam perspektif hukum Islam, usia perkawinan dipandang sebagai aspek yang penting dalam menentukan kelayakan seseorang untuk menikah, dengan mempertimbangkan kematangan fisik, mental, dan emosional. Buku ini menyoroti pandangan beragam ulama dan otoritas Islam terkait dengan usia minimal untuk menikah, serta argumentasi mereka berdasarkan pada nash-nash Al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Selain itu, aspek hukum positif juga menjadi fokus utama, dengan mengeksplorasi regulasi dan kebijakan yang ada dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang dijelaskan dalam UU No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Perbandingan antara pandangan Islam dan hukum positif memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana usia perkawinan diatur dan dipahami dalam konteks hukum serta nilai-nilai masyarakat. Melalui analisis yang mendalam, buku ini menawarkan sudut pandang yang kritis dan berimbang terhadap kompleksitas isu usia perkawinan dalam dua kerangka hukum yang berbeda, memberikan pembaca wawasan yang lebih luas tentang tantangan dan pertimbangan yang terlibat dalam merumuskan kebijakan perkawinan yang adil dan berkelanjutan.

Pada BAB 3, dari buku ini secara komprehensif membahas masalah perkawinan di bawah umur, yang meliputi beberapa aspek penting yang berkaitan dengan praktik ini. Pertama-tama, bab ini mengulas fenomena perkawinan di bawah umur itu sendiri, menyoroti masalah dan implikasi sosial serta hukum yang terkait. Dalam konteks ini, dipertimbangkan juga aspek-aspek seperti batas usia perkawinan, baik dari perspektif hukum positif maupun agama. Selanjutnya, bab ini menyoroti dispensasi nikah di bawah umur, menggali pemahaman tentang mekanisme hukum yang memungkinkan pernikahan di bawah batas usia yang ditetapkan oleh hukum positif atau agama. Hal ini membuka ruang bagi diskusi tentang makna kedewasaan dan pertimbangan moral serta hukum yang mendasari pemberian dispensasi tersebut. Tidak hanya itu, bab ini juga mendalam ke dalam pemahaman tentang hukum nikah di bawah umur dalam Islam, mempertimbangkan prinsip-prinsip agama dan hukum syariah yang mengatur praktik pernikahan dalam umur yang belum mencapai batas yang ditetapkan. Dalam kerangka ini, pemahaman tentang pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah menjadi subjek penting, menggali konteks sejarah dan interpretasi agama yang melingkupi peristiwa tersebut. Selain itu, pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perkawinan di bawah umur dari perspektif Islam turut dijelaskan dalam bab ini. Faktor-faktor seperti budaya, sosial, dan ekonomi dikaji untuk memahami akar masalah dan memandangnya dalam konteks yang lebih luas. Terakhir, bab ini mengadakan perbandingan antara perspektif fikih dan KHI (Kumpulan Hadis Indonesia) terkait perkawinan di bawah umur. Perbandingan ini memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang bagaimana aturan dan pandangan hukum Islam dipahami dan diaplikasikan dalam konteks perkawinan di bawah umur, serta bagaimana pemahaman tersebut berbeda atau bersamaan dengan interpretasi hadis-hadis terkait.

Pada BAB 4, mengulas secara komprehensif tentang fenomena pernikahan di bawah umur dengan mengintegrasikan perspektif psikologi, kesehatan reproduksi, gender, dan hukum perlindungan anak. Dalam perspektif psikologi, diperinci bagaimana pernikahan di bawah umur dapat memengaruhi perkembangan psikologis individu, termasuk aspek emosional, sosial, dan kognitif, serta dampak jangka panjangnya terhadap kesejahteraan mental. Sementara itu, dari perspektif kesehatan reproduksi, ditekankan pentingnya pemahaman tentang risiko kesehatan fisik dan mental yang dialami oleh pasangan yang menikah pada usia yang terlalu muda, termasuk risiko komplikasi selama kehamilan dan kelahiran serta dampaknya terhadap kesehatan reproduksi masa depan. Dalam perspektif gender, diperinci bagaimana pernikahan di bawah umur dapat memperkuat disparitas gender dan peran tradisional yang lebih menguntungkan pihak laki-laki, mengingat adanya ketidaksetaraan kekuasaan dan akses terhadap sumber daya yang sering kali melibatkan ketidakseimbangan kekuatan dalam hubungan tersebut. Terakhir, dari perspektif hukum perlindungan anak, dibahas tentang relevansi dan implementasi undang-undang yang bertujuan melindungi hak-hak anak, termasuk usia minimum untuk menikah, serta tantangan dalam penegakan dan pemantauannya untuk memastikan perlindungan yang efektif bagi anak-anak yang berisiko menikah pada usia yang tidak tepat. Dengan mencakup empat perspektif utama ini, bab ini memberikan pemahaman yang holistik dan mendalam tentang kompleksitas isu pernikahan di bawah umur, serta upaya perlindungan yang perlu dilakukan secara komprehensif.

Pada BAB 5, dari buku ini secara rinci mengulas tentang faktor penyebab dan dikabulkannya dispensasi serta dampak dari perkawinan di bawah umur. Pertama-tama, bahasan dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu pemberian dispensasi untuk perkawinan di bawah umur. Ini meliputi berbagai aspek seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, dan bahkan faktor agama yang mempengaruhi keputusan untuk memberikan dispensasi dalam kasus perkawinan di bawah umur. Selain itu, bab tersebut juga menjelaskan proses atau mekanisme yang terlibat dalam pengambilan keputusan untuk mengabulkan dispensasi ini, termasuk pertimbangan hukum dan kriteria yang harus dipenuhi. Selanjutnya, bab tersebut juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk mengabulkan dispensasi tersebut. Ini mungkin melibatkan analisis terhadap berbagai faktor seperti kesiapan fisik dan mental calon pengantin, persetujuan dari pihak keluarga atau wali, serta pertimbangan lainnya yang menjadi dasar pengambilan keputusan oleh pihak berwenang. Penyebab dikabulkannya dispensasi ini juga dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek hukum dan sosial yang relevan dalam konteks tertentu. Terakhir, bab tersebut membahas dampak dari perkawinan di bawah umur, baik secara individu maupun secara sosial. Dampak ini mencakup berbagai aspek seperti dampak psikologis, sosial, ekonomi, dan kesehatan yang dapat mempengaruhi kehidupan calon pengantin dan masyarakat secara keseluruhan. Bab tersebut mungkin juga menyajikan data atau penelitian terbaru yang menggambarkan dampak konkret dari perkawinan di bawah umur dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda. Secara keseluruhan, Bab 5 ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas dan implikasi dari perkawinan di bawah umur, serta mempertimbangkan berbagai faktor yang terlibat dalam proses pemberian dispensasi dan dampaknya bagi individu dan masyarakat secara luas.

Pada BAB 6, dari buku tersebut mendalami secara rinci mengenai proses pertimbangan yang dilakukan oleh hakim dalam memberikan dispensasi perkawinan bagi individu yang masih di bawah umur. Dalam bab ini, penulis menguraikan berbagai faktor yang menjadi pertimbangan utama hakim, mulai dari kelayakan mental dan emosional calon pasangan, hingga faktor-faktor lingkungan sosial dan ekonomi yang dapat memengaruhi keberhasilan perkawinan tersebut. Selain itu, bab ini juga mengupas tentang bagaimana hakim mempertimbangkan aspek-aspek hukum yang relevan, termasuk kepatutan usia, keabsahan persetujuan orang tua atau wali, serta perlindungan terhadap hak-hak anak yang mungkin terlibat dalam perkawinan tersebut. Tidak hanya itu, bab ini juga mendiskusikan secara mendalam mengenai akibat hukum yang timbul dari pemberian dispensasi perkawinan bagi individu yang masih di bawah umur. Penulis menguraikan berbagai implikasi hukum yang mungkin terjadi, baik bagi pasangan yang menikah maupun bagi pihak-pihak terkait lainnya, seperti orang tua atau wali serta pemerintah daerah. Dalam konteks ini, diperinci pula mengenai tanggung jawab hukum yang harus dipikul oleh para pihak, serta langkah-langkah preventif atau rehabilitatif yang mungkin diperlukan untuk mengatasi dampak negatif dari perkawinan yang dilakukan oleh individu yang masih di bawah umur. Secara keseluruhan, bab ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kompleksitas pertimbangan hakim dan konsekuensi hukum yang terkait dengan pemberian dispensasi perkawinan kepada individu yang masih di bawah umur, serta mengajak pembaca untuk merenungkan dampak sosial, psikologis, dan hukum dari keputusan tersebut.

Pada BAB 7, dalam buku tersebut mengupas tentang perkawinan di bawah umur dari tiga perspektif hukum pidana yang berbeda, yaitu ius constitutum, ius operandum, dan ius constituendum. Dalam perspektif ius constitutum, penulis menelusuri landasan hukum yang telah ada terkait perkawinan di bawah umur, termasuk peraturan-peraturan yang mengatur usia minimal untuk menikah serta sanksi-sanksi yang diberlakukan bagi pelanggaran tersebut. Dari sini, pembaca dapat memahami bagaimana hukum secara konkret telah dibentuk dalam konteks perkawinan di bawah umur. Sementara itu, dari sudut pandang ius operandum, pembahasan lebih difokuskan pada implementasi dan pelaksanaan hukum terkait perkawinan di bawah umur dalam praktiknya. Hal ini mencakup proses hukum yang terjadi ketika kasus-kasus perkawinan di bawah umur ditangani oleh aparat penegak hukum, prosedur pengadilan, dan pertimbangan-pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Dari perspektif ini, pembaca dapat melihat bagaimana hukum bekerja dalam konteks perkawinan di bawah umur secara realitasnya. Terakhir, dalam perspektif ius constituendum, penulis membahas tentang upaya-upaya untuk memperbaiki dan memperbarui hukum terkait perkawinan di bawah umur. Ini mencakup diskusi tentang perubahan-perubahan yang diusulkan dalam peraturan-peraturan yang ada, pemikiran-pemikiran tentang perlunya reformasi hukum, serta pandangan-pandangan tentang arah yang seharusnya diambil oleh regulasi-regulasi tersebut di masa depan. Dengan demikian, pembaca diberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana hukum pidana menangani isu sensitif seperti perkawinan di bawah umur dari berbagai perspektif, baik yang berkaitan dengan pembentukan, implementasi, maupun reformasi hukum.

Pada BAB 8, dari buku tersebut membahas secara rinci tentang prosedur pengajuan dispensasi perkawinan di bawah umur di Pengadilan Agama. Materi yang disajikan meliputi berbagai aspek, mulai dari tugas dan kewenangan Pengadilan Agama dalam menangani perkara dispensasi hingga syarat-syarat serta prosedur yang harus dipenuhi dalam mengajukan dispensasi tersebut. Bagian pertama membahas secara detail mengenai tugas dan kewenangan Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang menangani perkara-perkara pernikahan, termasuk dalam hal dispensasi perkawinan di bawah umur. Selanjutnya, pembahasan dilanjutkan dengan menguraikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang mengajukan dispensasi, termasuk prosedur yang harus diikuti dalam proses pengajuannya. Penekanan diberikan pada aspek legal dan prosedural yang harus dipatuhi agar pengajuan dispensasi dapat diproses dengan tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di bagian berikutnya, buku tersebut menyajikan contoh surat permohonan dispensasi, yang memberikan gambaran konkret mengenai bagaimana sebuah permohonan dispensasi seharusnya dirancang dan disusun. Contoh surat tersebut meliputi berbagai elemen penting yang harus ada dalam sebuah permohonan dispensasi, mulai dari identitas para pihak yang mengajukan hingga alasan serta justifikasi pengajuan dispensasi. Terakhir, bab tersebut juga memberikan contoh surat penetapan dispensasi nikah di bawah umur, yang menunjukkan bagaimana keputusan dispensasi ini diresmikan oleh Pengadilan Agama. Contoh surat penetapan ini memberikan gambaran tentang proses akhir dari pengajuan dispensasi, di mana keputusan yang diambil oleh pengadilan dicatat dan diumumkan kepada para pihak terkait. Secara keseluruhan, bab ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang prosedur pengajuan dispensasi perkawinan di bawah umur di Pengadilan Agama, mulai dari tugas dan kewenangan pengadilan, syarat-syarat dan prosedur pengajuan, hingga contoh surat permohonan dan penetapan dispensasi yang memberikan gambaran konkret bagi pembaca mengenai proses tersebut.

Pada Bab 9, yang membahas tentang dispensasi perkawinan di bawah umur di negara-negara Muslim menggambarkan perbandingan dan analisis mendalam tentang hukum keluarga di lima negara, yaitu Arab Saudi, Turki, Maroko, Mesir, dan Iran. Di Arab Saudi, hukum keluarga yang didasarkan pada hukum syariah menempatkan batasan yang ketat terhadap perkawinan di bawah umur, namun dengan kemungkinan dispensasi dalam kasus-kasus tertentu. Sementara di Turki, hukum keluarga yang lebih berorientasi pada hukum sipil telah mengatur usia minimum perkawinan, namun masih ada tantangan dalam implementasinya terutama di daerah pedesaan. Di Maroko, perubahan baru-baru ini dalam hukum keluarga telah mengangkat usia minimum perkawinan untuk melindungi anak-anak dari pernikahan yang tidak layak, meskipun praktik di lapangan masih bervariasi. Sedangkan di Mesir, meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan usia minimum perkawinan, masih ada perbedaan antara hukum formal dan praktik yang terjadi di masyarakat, terutama di wilayah pedesaan. Di Iran, hukum keluarga yang terpengaruh oleh syariah tetapi juga memiliki pengaruh hukum modern telah mengatur usia minimum perkawinan, namun kembali lagi pada interpretasi agama dan kebiasaan lokal. Melalui analisis yang komprehensif terhadap hukum keluarga di kelima negara tersebut, buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas dan tantangan dalam mengatur dispensasi perkawinan di bawah umur dalam konteks negara-negara Muslim yang berbeda.

C.Kekurangan dan Kelebihan Buku:

Buku ini merupakan karya yang penting dan relevan dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan perkawinan di bawah umur. Penulisnya, Abror, Dr. H. Khoirul, M.H., dengan cermat menguraikan berbagai aspek hukum dan perundang-undangan yang terkait dengan dispensasi perkawinan di bawah umur. Penulis secara jelas menyajikan argumen-argumen hukum dan pandangan moral tentang isu ini, memberikan pembaca pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas dan dampak sosial dari praktik ini. Buku ini juga memberikan wawasan tentang upaya pencegahan, perlindungan, dan penegakan hukum yang diperlukan untuk menangani masalah ini secara efektif. Dengan menghadirkan argumen yang disusun secara logis dan didukung oleh landasan hukum yang kuat, buku ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang berbagai aspek yang terlibat dalam penanganan kasus perkawinan di bawah umur. Penulis juga menggambarkan dengan jelas dampak sosial dan psikologis dari praktik ini terhadap individu dan masyarakat.

Meskipun buku ini memberikan pemahaman yang luas tentang isu dispensasi perkawinan di bawah umur, beberapa pembaca mungkin mengharapkan lebih banyak analisis kasus konkret atau studi empiris untuk mendukung argumen yang diajukan. Namun demikian, secara keseluruhan, "Dispensasi Perkawinan di Bawah Umur" adalah bacaan yang sangat dianjurkan bagi siapa pun yang tertarik dalam isu perkawinan, hukum, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia."

D.Inspirasi

1.Kesadaran akan isu perkawinan di bawah umur: Buku ini mungkin mengangkat kesadaran akan pentingnya meninjau praktik pernikahan yang melibatkan individu yang belum cukup matang secara fisik dan mental.

2.Edukasi tentang hukum perkawinan: Buku ini mungkin memberikan pemahaman yang lebih baik tentang regulasi hukum terkait perkawinan, termasuk aspek dispensasi dan persyaratan usia minimal.

3.Advocacy untuk perlindungan anak: Review ini bisa memberikan inspirasi untuk memperjuangkan perlindungan anak dan hak-hak mereka, terutama dalam konteks perkawinan yang melibatkan individu di bawah umur.

4.Peningkatan kesadaran sosial: Melalui ulasan buku ini, masyarakat dapat lebih sadar akan masalah perkawinan di bawah umur dan mungkin menjadi lebih proaktif dalam mengatasi masalah tersebut dalam komunitas mereka.

5.Penyadaran terhadap dampak negatif: Buku ini mungkin mengilustrasikan dampak negatif dari perkawinan di bawah umur, seperti peningkatan risiko kesehata

Oleh: Sindi Septiana Kusumawati (222121034)

HKI 4A - Fakultas Syariah - UIN RM. Said Surakarta 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun