Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Di Sepak Bola, Warna Darah Tak Harus Sama dengan Warna Bendera

11 Mei 2020   17:17 Diperbarui: 11 Mei 2020   17:21 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: sport-image

Di era sepak bola modern, jamak terjadi saat pemain sepak bola profesional berpetualang ke penjuru dunia guna mencari liga terbaik untuk karirnya. Tapi di waktu yang lain mereka akan kembali ke tanah airnya untuk memenuhi panggilan negara.

Ada satu level prestisius ketika seorang pemain sepak bola menyandang status pemain nasional dan mendapat kesempatan bermain di pertandingan besar internasional. Saat itulah sepak bola dan status kewarganegaraan tidak bisa dipisahkan.

Ada cerita menarik tentang negara dan sepak bola di masa lalu. Luis Monti adalah pemain yang lahir di Buenos Aires, Argentina. Monti membela Argentina di Piala Dunia 1930. Dia berhasil membawa Argentina ke final meski harus kalah dari Uruguay.

Penampilan apiknya di Piala Dunia 1930 mengundang perhatian klub Eropa. Juventus datang menawarkan gaji dan kehidupan sepak bola yang lebih baik di Italia. Usai Piala Dunia 1930, Monti mantap menatap Turin dan menjalani musim-musim yang indah di sana.

Pada Piala Dunia 1934 Monti mendapat panggilan dari timnas Italia. Dengan seragam Azzurri di kesempatan Piala Dunia ke duanya, Monti berhasil membawa Italia jadi juara.

Monti tercatat sebagai satu-satunya pemain yang membela dua negara berbeda dalam dua final Piala Dunia. Kisah Monti menggambarkan bagaimana di era dulu ,berpindah tim nasional semudah berpindah pekerjaan.

Tapi sepak bola terus berkembang dan menyempurnakan aturan kewarganegaraan untuk pemain internasional.

Secara umum terdapat dua asas mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan. Yang pertama adalah Ius Soli yang berarti hak kewarganaan diberikan berdasarkan tempat kelahiran. Penganut asas Ius Soli di antaranya negara-negara di Amerika Utara dan Amerika Latin, termasuk Amerika Serikat, Brasil dan Argentina.

Yang ke dua adalah Ius Sanguinis yang berarti hak kewarganegaraan diberikan menurut pertalian darah atau keturunan. Ius Sanguinis berkembang di negara Eropa dan Asia. Karena mengacu pada garis keturunan maka persebaran asas ini lebih luas dan lebih banyak negara yang menganutnya, termasuk Indonesia.

Setiap orang sejak lahir otomatis akan mendapat status kewarganegaraan berdasarkan asas tersebut. Bagi pemain sepak bola mereka adalah warga negara biasa sebelum memainkan laga internasional. Tapi setelah debut internasional mereka berpeluang mendapat status kewarganegaraan versi sepak bola. Selanjutnya pilihan karir bisa saja merubah warna bendera.

Regulasi FIFA mengatur kewarganegaraan dengan cara yang berbeda. Semua tergantung pada debut internasional seorang pemain.
Dalam Statuta FIFA Bab III pasal 8 disebutkan bahwa jika seorang pemain telah bermain dalam laga resmi internasional, maka dia telah memiliki status kewarganegaraan dari tim yang dibelanya.

Sedangkan di pasal 5 dijelaskan bahwa setiap pemain yang telah berpartisipasi dalam pertandingan (baik sebagian atau seluruhnya) dalam kompetisi resmi kategori apapun untuk satu asosiasi, maka tidak diperbolehkan memainkan pertandingan internasional untuk tim dari asosiasi lain.

Artinya sekali seorang pemain tampil dalam pertandingan resmi internasional baik di kategori senior maupun kelompok umur, maka dia tidak punya kesempatan untuk memperkuat timnas negara lain di sepanjang karirnya.

Regulasi itu yang membuat Mikel Arteta gagal memperkuat Inggris hanya karena pernah membela tim Spanyol U-16. Atau bagaimana naturalisasi Ezra Walian menjadi sia-sia, karena Ezra sudah tidak mungkin lagi memperkuat timnas Indonesia gara-gara pernah bermain di kualifikasi Euro U-17 bersama Belanda.

Diego Costa lebih beruntung. Sempat dipanggil Brasil dalam dua laga uji coba, tapi Costa masih bisa masuk skuad Spanyol di Piala Dunia 2014. Itu karena laga Costa bersama Brasil bukanlah laga resmi internasional, dan saat itu Costa sudah punya paspor Spanyol.

Trend naturalisasi pemain lalu muncul sebagai respon isu kewarganegaraan di sepakbola. Ini menjadi siasat yang dilakukan untuk memperkuat timnas secara instan. 

Hukum kewarganegaraan di masing-masing negara memungkinkan pergantian bahkan kewarganegaraan ganda. Garis keturunan, tempat kelahiran hingga lama domisili dihubung-hubungkan untuk melegalkan seorang pemain menyeberangi batas status kewarganegaraan.

Mauro Camoranesi dan Diego Costa mungkin tidak akan sempat merasakan panggung Piala Dunia tanpa karir panjang di negeri orang dan 'dibantu' regulasi kewarganegaraan FIFA. 

Sekalipun harus dicap penghianat bangsa oleh Argentina dan Brasil selaku tanah kelahiran mereka.
Sepak bola selalu berkembang dengan dinamikanya. Kewarganegaraan dalam sepak bola adalah kompromi regulasi sepak bola dengan hukum negara untuk menghasilkan bakat terbaik bagi tim nasional. (sdp)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun