Sudah dekat malah dicancel, Susah payah cari alamat ternyata GPSnya salah. Itulah sebagian kecil resiko pekerjaan pengemudi transportasi daring alias ojol. Tapi resiko yang mereka hadapi saat ini jauh lebih berat. Wabah Covid-19 membuat social distancing digaungkan, orang membatasi diri untuk bepergian, pengguna jasa menurun, akhirnya pendapatan ojol seret.
Lebih berat lagi bagi para ojol yang masih punya cicilan kredit atas kendaraan yang digunakan untuk bekerja sehari-hari. Mungkin ada juga yang masih punya KPR atau kredit komersil lainnya. Beban ekonomi terasa berlipat bagi ojol.
Tapi angin segar datang kepada ojol dan pelaku usaha kecil lainnya. Saat memberikan arahan kepada kepala daerah terkait penanganan Covid-19 (24/3/2020), Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pelaku usaha kecil termasuk sopir taksi, nelayan hingga ojek online tidak perlu khawatir atas kredit yang dimiliki. Pemerintah akan memberikan kelonggaran kredit selama satu tahun.
"Saya kira ini perlu juga disampaikan kepada mereka untuk tidak perlu khawatir karena pembayaran bunga dan angsuran diberikan kelonggaran atau relaksasi selama 1 tahun," ujar Jokowi seperti dikutip di akun YouTube resmi Sekretariat Presiden, Selasa (24/3/2020).
"Saya sudah bicarakan dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan beri relaksasi kredit di bawah Rp. 10 miliar, diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun dan penurunan bunga," imbuhnya
Sepekan berselang juru bicara Presiden, Fadjroel Rahman memberi keterangan yang beda tipis. Menurutnya, relaksasi kredit yang disampaikan Presiden seperti yang telah diatur dalam Peraturan OJK (POJK), dan lebih diutamakan untuk masyarakat yang sudah positif Covid-19.
"Sasaran utama penerima POJK adalah individu yang telah positif Covid-19 baik yang telah diisolasi di Rumah Sakit dan yang melakukan isolasi mandiri," ucap Fadjroel dikutip dari Kompas.com (30/3/2020).
Tepat pada akhir Maret, Presiden Jokowi melalui telekonferensi mengkonfirmasi perihal relaksasi kredit, tapi kali ini tidak lagi menggunakan istilah penundaan cicilan.
"Perihal keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja informal baik itu ojek online, sopir taksi, pelaku UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp 10 miliar, OJK telah menerbitkan aturan mengenai hal tersebut dan mulai berlaku April ini. Bulan April ini," kata Jokowi seperti dikutip dari jpnn.com (31/3/2020).
Arah angin seketika berubah. Pernyataan terakhir Presiden tepat di akhir bulan bertepatan dengan periode tutup buku bulanan (end of month) bank dan leasing, membuat juru tagih kian agresif. Sementara masyarakat yang terlanjur meyakini pernyataan penundaan cicilan, memilih bertahan atas dasar lisan sang Presiden.
Jadi mana yang benar? Baik Presiden Jokowi dan Fadjroel Rahman menggunakan kalimat berbeda untuk menerjemahkan objek yang sama, yaitu POJK.
Tanggal 13/3/2020 OJK menerbitkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. POJK mengatur untuk memberi perlakuan kredit secara khusus (relaksasi) pada debitur yang kesulitan memenuhi kewajiban karena terdampak Covid-19 baik secara langsung maupun tidak langsung.
Skema relaksasi  memuat dua ketentuan, yang pertama penilaian kualitas kredit atau pembiayaan maupun penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp. 10 miliar. Dan yang ke dua restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi tanpa batasan plafon kredit.
Artinya POJK tidak mengatur pemberian relaksasi kredit berdasarkan debitur yang positif Covid-19 seperti yang disampaikan Fadjroel. POJK mengatur relaksasi dengan melihat debitur yang secara ekonomi, aktifitas atau usahanya terdampak baik secara langsung maupun tidak.
Relaksasi juga tidak berarti penundaan pembayaran cicilan sama sekali. Skema restrukturisasi bisa berupa penurunan suku bunga, perpanjangan tenor, pengurangan tunggakan pokok dan/atau bunga. Jadi debitur akan mendapat skema angsuran baru yang paling memungkinkan dengan kondisi debitur sekarang.
Walaupun secara umum POJK sudah memberi acuan, penerapan skema restrukturisasi sepenuhnya menjadi kebijakan bank maupun leasing. Assessment terhadap profil dan kapasitas debitur terkini yang akan menentukan.
Sebelum POJK No.11/POJK.03/2020 terbit, mekanisme restrukturisasi sudah diatur lebih dulu dalam Peraturan Bank Indonesia no:14/15/PBI/2012 tentang penilaian kualitas aset bank umum. Sehingga beberapa bank sudah punya standar penilaian sendiri terkait restrukturisasi.
Transportasi daring menjadi salah satu sektor terdampak paling serius atas pandemi Covid-19. Dampak terbesar dirasakan oleh ojol. Selama ini pendapatan ojol berasal dari bagi hasil ongkos jasa.
Pembatasan sosial yang diimbau pemerintah dalam bentuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah berdampak pada menurunnya pengguna jasa transportasi daring. Dalam kondisi ini, ojol tergolong sebagai pihak yang terdampak tidak langsung akibat kebijakan pemerintah terhadap pembatasan aktivitas warga.
Selama ini data jumlah pengemudi online tidak pernah dirilis secara resmi. Perusahaan aplikator menganggap itu privat.
Menurut data dari Playstore aplikasi Gojek driver diunduh 5 juta pengguna, Gocar driver diunduh 1 juta pengguna dan Grab driver diunduh 10 juta pengguna.
Jika ditotal jumlah pengunduh aplikasi mitra sebanyak 16 juta pengunduh atau setara dengan 6 persen populasi penduduk Indonesia. Tapi itu belum tentu valid karena tidak semua orang yang mengunduh masih aktif sebagai ojol hingga sekarang.
Menurut ketua presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, Igun Wicaksono, Jumlah pengemudi daring sekitar 2,5 juta, dimana setengahnya beroperasi di Jabodetabek. Kelompok yang cukup besar untuk menanggung dampak ekonomi akibat Covid-19. Igun menambahkan ojol mengalami penurunan pendapatan sebesar 70% sejak pandemi.
Kembali ke masalah dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan hubungannya dengan kewajiban pembayaran kredit, apa yang bisa dilakukan ojol berstatus debitur dalam situasi sekarang? Mereka harus pro aktif.
Itikad baik adalah hal paling positif dalam situasi gagal bayar. Sebisa mungkin mitra sebagai debitur menyelesaikan tagihan yang sudah jatuh tempo dan sedini mungkin mengajukan permohonan restrukturisasi ke bank atau leasing. Karena syarat relaksasi menurut POJK diperuntukkan bagi debitur lancar.
Bank atau leasing akan melakukan assessment untuk menentukan skema restrukturisasi terbaik pada debitur. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan assessment, bank atau leasing bekerja berdasarkan data. Kelengkapan dan keakuratan data yang menggambarkan profil debitur akan mempercepat proses.
Selain itu OJK menjamin debitur yang mendapat restrukturisasi kredit akibat terdampak Covid-19, namanya tidak akan masuk daftar kategori kredit tidak lancar dalam Sistem Informasi Debitur (SID).
Walaupun nantinya penentu keputusan adalah pihak bank atau leasing, namun masyarakat bisa mengawasi implementasinya. Dalam hal ini OJK sebagai regulator membuka hotline pengaduan kredit dampak Covid-19.
Ojol sebagai pihak terdampak, secara prinsip berhak atas relaksasi kredit. Jika ditemukan masalah dalam pengajuannya, hotline OJK yang bisa diakses melalu telepon (157), WhatsApp (081157157157) maupun email bisa dimanfaatkan.
Bank dan leasing juga tidak boleh pilih-pilih. Mereka tidak akan merugi karena restrukturisasi. Justru restrukturisasi akan menjamin kolektibilitas debitur dalam jangka panjang sekaligus menyelamatkan perekonomian agar tidak jatuh. OJK juga memberlakukan fleksibilitas dalam perhitungan non performing loan (NPL).
Di satu sisi ada potensi moral hazard. Wewenang pemberian relaksasi di tangan bank atau leasing rawan disimpangkan dengan menerapkannya kepada debitur yang sebelum pandemi Covid-19 sudah bermasalah, dan mengabaikan debitur yang seharusnya menjadi sasaran. Petunjuk teknis dan pengawasan implementasi relaksasi kredit perlu ditindaklanjuti dalam peraturan khusus oleh OJK.
Selain upaya mandiri, perusahaan aplikator juga harus berperan dalam mengurangi dampak ekonomi mitranya. Tapi sejauh ini perhatian hanya diberikan kepada ojol yang sudah dinyatakan positif Covid-19. Gojek melalui Chief of Public Policy and Government Relation, Shinto Nugroho mengkonfirmasi akan memberi kompensasi untuk ojol yang positif Covid-19.
"Kami memberi apa yang disebut sustainable assistant untuk mitra yang sudah positif Covid-19," kata Shinto seperti dikutip warta ekonomi (2/4/2020). Tapi Shinto tidak menyebut nilainya.
Grab juga melakukan cara yang sama. Menurut Head of Public Affairs Grab, Tri Sukma Anreianno jumlah bantuan akan diumumkan dalam waktu dekat.
Pemerintah juga bisa menggandeng perusahaan aplikator dalam urusan mobilisasi bantuan, logistik atau alat-alat kesehatan dalam upaya penanggulangan Covid-19. Sehingga jasa ojol tetap bisa digunakan untuk tujuan yang bermanfaat di tengah krisis.
Semoga situasi ini bisa disikapi dengan bijak oleh semua pihak. Ojol tidak bisa berharap untuk bebas dari semua kewajiban hutangnya. Bank maupun leasing akan siap membantu pihak yang layak untuk diberi kelonggaran kredit. Yakinlah, kerasnya bunga kredit tidak sekeras aspal jalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H