Apa persamaan TikTok dan Tiki Taka? Keduanya sama-sama viral dalam waktu yang cepat. Akhir-akhir ini aplikasi sosial media berbasis video musik, TikTok, membawa hiburan tersendiri untuk eksis di dunia maya. Demikian juga saat Tiki Taka dibawa ke Inggris oleh Pep Guardiola di tahun 2016.
Tiki Taka sempat membius Premier League dalam beberapa musim belakangan. Guardiola hanya butuh satu musim untuk membuat Tiki Taka-nya dipahami dengan sempurna oleh skuad Manchester City.
Musim debut Guardiola di Inggris hanya berbuah peringkat ke tiga. Tapi dua musim berikutnya adalah miliknya.
Umpan cepat dan pergerakan rotasi pemain menjadi seni tersendiri. Guardiola mendobrak stereotip gaya sepakbola Inggris yang cenderung mengandalkan fisik. City tidak punya striker dengan keunggulan fisik, tapi secara produktivitas sangat superior. Bahkan distribusi gol City hampir merata dari banyak pemain.
Menurut Yaya Toure yang pernah dilatih Guardiola, prinsip Tiki Taka mengedepankan penguasaan bola dan pemahaman posisi yang detail. Setiap pemain beroperasi dalam zona masing-masing hingga memasuki sepertiga pertahanan lawan. Saat sampai di sepertiga pertahanan lawan, pemain diberi kebebasan (free role). Jadi siapapun boleh mencetak gol.
Guardiola juga memperkenalkan formasi gelandang yang tidak umum. Jika biasanya klub-klub Premier League menempatkan dua gelandang jangkar dan seorang playmaker, maka Guardiola menerapkan sebaliknya. Dalam formasi 4-3-3 favoritnya, satu pemain berperan sebagai deep lying midfielder dan dua pemain di depannya berperan sebagai playmaker. Sehingga sepakbola Tiki Taka sangat ofensif.
Tapi di musim ke empatnya, City kembali terlihat seperti klub pada umumnya. Fans Manchester United (MU) mungkin belum bisa move on dari kemenangan 2-0 atas tetangga berisiknya di Old Trafford Minggu (8/3) lalu. Bahkan MU meraih back to back victory, setelah di pertemuan pertama mengkandaskan City di Etihad.
Bagi City itu jadi kekalahan ke tujuh dalam 28 pertandingan. Sebelum MU ada Norwich, Wolves (dua kali), Liverpool dan Spurs yang lebih dulu memberi kekalahan pada skuad Guardiola.
Lalu kenapa City mendadak bisa kalah sebanyak itu musim ini? Itulah bukti bahwa sepakbola itu dinamis. Bagi Premier League yang merupakan tempat bertemunya ideologi sepakbola dari manajer-manajer terbaik dari seluruh penjuru dunia, maka gaya sepakbola akan adaptif. Strategi terbaik macam apapun suatu saat akan ditemukan penangkalnya.
Dalam strategi sepakbola, pemahaman fase permainan menjadi penting dalam menangkal Tiki Taka. Ada tiga fase dalam permainan, yaitu menyerang, bertahan dan transisi antara keduanya. Tiki Taka memperagakan intensitas yang tinggi. Saat mendapatkan bola, pemain akan melakukan transisi dari bertahan menjadi menyerang. Demikian sebaliknya saat kehilangan bola akan memulai transisi bertahan. Lawan yang mampu mengeksploitasi fase transisi City dengan cepat akan mengambil keuntungan.
Dua gol MU membuktikan mereka mampu memanfaatkan fase transisi City yang terputus akibat bola mati dan kesalahan pemain.
Selain itu, formasi 3-5-2 dengan menumpuk lima pemain tengah efektif meredam pergerakan gelandang City dan membuat mereka bermain melebar. Menurut the Sun, musim ini City hanya sekali menang dari lima pertandingan saat mereka melepaskan umpan crossing lebih banyak dari lawan. Permainan sayap tidak cocok bagi City yang tidak punya striker berpostur besar.
Akhirnya jarak City dengan klub lain semakin dekat. Apakah ini juga berarti akhir hayat Tiki Taka di Premier League? Melihat permainan sepakbola dengan penguasaan bola dominan tapi berujung kalah adalah percuma. Sebaliknya sepakbola pragmatis sesekali mampu mengalahkan sepakbola cantik. Sepakbola bukanlah ilmu pasti. Menyerang tak berarti selalu menang dan bertahan tak berarti selalu kalah. Yang mampu membaca strategi dan memanfaatkan peluang lah yang akan menang.
Guardiola sepertinya harus belajar dari TikTok. Bagaimana TikTok berevolusi menjadi platform sosial yang banyak digunakan di dunia saat ini. Padahal awalnya TikTok hanya digunakan di Tiongkok dengan bahasa Mandarin. Tapi event challenge yang dibuat, mengundang respon jutaan TikTokers di seluruh dunia. Tiktok lalu mengembangkan banyak fitur untuk memudahkan siapa saja merekam dan mengedit video. Hingga sekarang menjadi viral.
Maaf Pep, inilah hari dimana TikTok lebih viral dari Tiki Taka. Karena semua yang viral berawal dari perubahan dan cara memanfaatkan kesempatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H