Selain itu, formasi 3-5-2 dengan menumpuk lima pemain tengah efektif meredam pergerakan gelandang City dan membuat mereka bermain melebar. Menurut the Sun, musim ini City hanya sekali menang dari lima pertandingan saat mereka melepaskan umpan crossing lebih banyak dari lawan. Permainan sayap tidak cocok bagi City yang tidak punya striker berpostur besar.
Akhirnya jarak City dengan klub lain semakin dekat. Apakah ini juga berarti akhir hayat Tiki Taka di Premier League? Melihat permainan sepakbola dengan penguasaan bola dominan tapi berujung kalah adalah percuma. Sebaliknya sepakbola pragmatis sesekali mampu mengalahkan sepakbola cantik. Sepakbola bukanlah ilmu pasti. Menyerang tak berarti selalu menang dan bertahan tak berarti selalu kalah. Yang mampu membaca strategi dan memanfaatkan peluang lah yang akan menang.
Guardiola sepertinya harus belajar dari TikTok. Bagaimana TikTok berevolusi menjadi platform sosial yang banyak digunakan di dunia saat ini. Padahal awalnya TikTok hanya digunakan di Tiongkok dengan bahasa Mandarin. Tapi event challenge yang dibuat, mengundang respon jutaan TikTokers di seluruh dunia. Tiktok lalu mengembangkan banyak fitur untuk memudahkan siapa saja merekam dan mengedit video. Hingga sekarang menjadi viral.
Maaf Pep, inilah hari dimana TikTok lebih viral dari Tiki Taka. Karena semua yang viral berawal dari perubahan dan cara memanfaatkan kesempatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H