Inggris yang memulai lebih dulu. Sky Sports dan Rupert Murdoch membawa konsep liga baru di tahun 1992 yang diberi nama Premier League. Dengan dukungan stasiun TV raksasa Inggris, Premier League disiarkan di banyak negara.Â
Imbasnya klub-klub Premier League mendapat timbal balik berupa pembagian nilai hak siar. Premier League menjadi lebih cepat dikenal. Nilai hak siarnya melonjak dari 51 juta pound pada lima tahun pertamanya menjadi 2,75 milyar pound di tahun 2018. Klub-klub Inggris mulai kaya.
Sepak bola Inggris mulai membuka diri. Premier League jadi destinasi para pemain dari seluruh dunia karena gaji yang menggiurkan. Bukan hanya pemain, pelatih-pelatih terbaik mulai tertarik mencoba Premier League.Â
Premier League sekarang dikuasai pelatih asing dimana 11 dari 20 klub Premier League dilatih pelatih asing. Dari pelatih-pelatih itu ide-ide sepak bola baru  di bawa ke Inggris. Mulai tiki-taka Guardiola hingga Gegenpressing Klopp memberi gaya baru sepak bola di Inggris. Perlahan Inggris menanggalkan filosofi tradisionalnya, kick and rush.
"Liga Inggris dulu sangat intens, tapi tidak sebaik Italia dalam hal taktik permainan. Namun sekarang banyak pelatih asing di Inggris yang bagus secara taktik, kedatangan pelatih asing meningkatkan level teknis mereka. FA pintar membuat liga yang disukai Eropa. Mereka mampu memadukan sisi ekonomi dan teknis," kata Conte kepada Sky Sports saat awal menukangi Chelsea.
Di satu sisi, invasi pelatih dan pemain asing semakin menepikan 'pribumi Inggris'. Pemain asal tanah Britania semakin sulit menembus skuad inti. Beberapa rela menjadi cadangan, beberapa lainnya berjuang menjadi penyintas.Â
Satu cara untuk 'bertahan hidup' adalah keluar dari Inggris.
Penyintas-penyintas itu lalu berani melintasi batas filosofi demi minute play lebih banyak.Â
Dalam tiga musim terakhir Italia menjadi tujuan hijrah eks Premier League. Dimulai dari Joe Hart (Torino), hingga musim ini ada Aaron Ramsey (Juventus) dan Chris Smalling (AS Roma). Belum lagi eks pemain asing Premiership yang juga menyeberang ke Italia seperti Romelu Lukaku dan Alexis Sanchez (Inter). Italia mulai mencoba membuka diri menerima kultur sepak bola asing.
Pendapat bahwa seorang pemain hanya akan sukses di kompetisi dengan kultur sepak bola yang sama tidak berlaku lagi saat ini. Liga Inggris membuktikan siapapun yang berbakat akan berhasil. Memenangkan Liga Inggris tidak harus menggunakan kick and rush, bahkan tiki-taka sudah bisa menghasilkan dua gelar untuk Man City. Keluwesan dalam menerima perbedaan kultur akan membuat sepak bola semakin berkembang. Ketika sepak bola mulai berkembang, maka filosofi yang akan beradaptasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H