Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Saat Sepak Bola Tidak Lagi Peduli Batas Filosofi

27 Februari 2020   12:01 Diperbarui: 28 Februari 2020   23:27 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pinterest.com/chatchawalc

Secara turun temurun orang menerima sugesti bahwa sepak bola Inggris adalah tentang kick and rush, dan Italia tentang pertahanan berlapis catenaccio. Secara turun temurun pula para pemain dan pelatih dari masing-masing negara konsisten mempraktikkan filosofi tradisional tersebut. 

Inggris dan Italia menjadi sangat berbeda di sepak bola, hingga di jaman dulu jarang ada pemain dari liga Inggris yang berani menyebrang ke Italia, begitupun sebaliknya.

Secara geografis Inggris dan Italia terletak tidak begitu jauh. Tapi dalam sepak bola mereka memilih gaya yang berbeda. Inggris dikenal dengan permainan umpan-umpan cepat dan mengandalkan fisik, sedangkan Italia menekankan aspek teknis dan pertahanan.

Gianluca Vialli adalah mantan pemain dan pelatih yang pernah berkarir di Inggris dan Italia. Setelah meninggalkan sepak bola, Vialli membuat penelitian tentang sepak bola Inggris dan Italia. 

"Keluwesan dalam menerima perbedaan kultur akan membuat sepak bola semakin berkembang. Ketika sepak bola mulai berkembang, maka filosofi yang akan beradaptasi."

Dalam tesisnya yang berjudul 'L'Italiano E'Inglese, Pensieri Di Una Notte Insonne (Orang Italia dan Orang Inggris: Pemikiran Dalam Satu Malam Tanpa Tidur), Vialli menjelaskan bagaimana beberapa faktor berkorelasi membentuk filosofi permainan sepakbola di kedua negara.

Vialli menggunakan pengalamannya saat menjadi pemain di Italia dan Inggris hingga saat menjadi pelatih di Chelsea dan Watford. Vialli juga mewawancarai pelatih dan pemain yang pernah berkarir di Inggris maupun Italia, seperti Arsene Wenger (Arsenal), Sven-Goran Eriksson (eks pelatih Inggris), Marcello Lippi (eks pelatih Italia), Ray Wilkins (eks asisten pelatih Chelsea), Gordon Taylor (eks pemain Inggris), David Platt (eks pemain Inggris) dan Marcel Desailly (eks pemain Prancis).

Dari pengamatannya, ada hubungan antara kondisi geografis dan menu latihan. Cuaca di Inggris dikenal lebih dingin, selain itu angin di sana berhembus 50% lebih kencang daripada di Italia. Untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut, pelatih-pelatih di Inggris cenderung menerapkan menu latihan yang difokuskan untuk memperkuat fisik. 

Sehingga rata-rata porsi menu latihan terbanyak klub-klub di Inggris adalah kombinasi latihan fisik dan simulasi game. Sedangkan di Italia porsi latihan didominasi menu latihan teknis dan simulasi game.

Kesimpulan Vialli ada benarnya. Jika kita melihat permainan klub-klub di Inggris di medio 90an cenderung mengandalkan fisik dan penguasaan bola melalui umpan-umpan cepat, sementara di Italia lebih mengandalkan teknis dimana seorang pemain cenderung lebih lama dalam menguasai dan memainkan bola. Tapi nyatanya itu tidak mutlak dan berlaku seterusnya.

Vialli yang hidup dari sepak bola di tahun 80-90an boleh berpikir seperti itu. Penggemar bola di masa itu juga mungkin setuju. Tapi sepak bola itu dinamis. Ada faktor lebih dominan yang mampu merubah filosofi sepak bola, yaitu uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun