Toxic Relationship atau hubungan toksik merupakan hubungan yang sudah sewajarnya diakhiri bagi pasangan yang menjalaninya. Hubungan ini jelas sangat merugikan pihak yang menjadi korban. Perlu adanya peran keluarga, teman terdekat, maupun orang-orang di sekitar untuk turut membangun ruang yang aman agar dapat menghindarkan korban dari hubungan yang toksik.Â
Akhir-akhir ini, kejadian mengenai hubungan toksik ini kerap terjadi, seperti halnya yang ditemui dalam kehidupan nyata maupun isu yang diangkat dalam karya sastra. Pada Senin, 8 Agustus 2022, terjadi kejadian memilukan terkait dengan hubungan toksik yang mengarah pada kekerasan fisik.Â
Beredar video yang menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Rawa Barat kepada rekan kerja sekaligus kekasihnya. Kekerasan tersebut terjadi di pinggir jalan, tepatnya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.Â
Kekerasan terjadi diduga karena pelaku cemburu sehingga melakukan kekerasan secara fisik terhadap kekasihnya dengan cara menendang, menjambak, hingga melindas korban menggunakan sepeda motor (Mutiarasari 2022).Â
Dalam hal ini, jelas kekasih petugas tersebut yang merupakan perempuan menjadi korban yang sangat dirugikan. Namun, kasus ini berujung dengan perdamaian yang dimediasi oleh pihak kelurahan setempat.Â
Korban pun enggan membuat laporan polisi guna diproses secara hukum dengan berdalih masih adanya perasaan cinta terhadap pelaku.Â
Hal inilah yang sangat disayangkan. Korban tanpa disadari telah masuk ke dalam lingkaran hubungan toksik atau hubungan beracun yang menoleransi perilaku pasangan meski kasar sekalipun.Â
Kejadian ini sangat mengkhawatirkan banyak pihak karena menunjukkan masih minimnya kesadaran yang terbentuk untuk menciptakan ruang aman guna mencegah kekerasan terjadi di mana pun, bahkan hingga di ruang publik yang banyak orang sekali pun.
Adanya realitas bahwa hubungan toksik dapat terjadi di sekitar kita membuat sutradara Yandy Laurens mengangkat isu ini ke dalam cerita serial yang digarapnya, Yang Hilang dalam Cinta. Serial sebanyak 12 episode ini memiliki genre romansa-fantasi dan tayang di Disney+ Hotstar mulai 30 Juli 2022.Â
Beberapa artis ternama, seperti Reza Rahardian, Sheila Dara, dan Dion Wiyoko, turut berperan dalam serial ini. Sheila Dara berperan sebagai Dara, perempuan yang tanpa sadar telah terjebak dalam hubungan toksik bersama dengan kekasihnya, Rendra (Reza Rahardian). Singkat cerita, Dara bertemu kembali dengan teman semasa kecilnya, Satria (Dion Wiyoko).Â
Satria menyadari bahwa hubungan Dara dan Rendra bukanlah hubungan yang sehat. Dara kerap mendapatkan kekerasan dari Rendra, baik secara fisik maupun verbal.Â
Selain itu, Dara juga menjadi korban gaslighting Rendra, di mana Dara selalu dilimpahkan kesalahan, dibuat menjadi sosok yang inferior, dan tidak percaya diri. Hingga suatu ketika, Dara menghilang dan tidak bisa ditemukan oleh siapapun, kecuali Satria. Ia satu-satunya orang yang bisa melihat Dara.
Ide cerita serial Yang Hilang dalam Cinta didapatkan Yandy Laurens dari kisah nyata temannya yang terjebak dalam hubungan toksik. Berdasarkan kisah tersebut, Yandy Laurens (Putri 2022) menemukan bahwa korban dalam hubungan toksik akan dibuat tidak berdaya dan bergantung pada pasangannya sehingga akan sulit untuk terlepas dari hubungan tersebut.Â
Eksistensi korban akan dihilangkan dan hal inilah yang diwujudkan secara nyata melalui hilangnya tokoh Dara di dalam serial. Melalui isu hubungan toksik yang diangkat dalam serial ini, Yandy Laurens berharap akan semakin banyak orang yang sadar dan peduli sehingga dapat menekan angka korban maupun menolong korban untuk dapat terlepas dari hubungan toksik.
Mengapa hubungan toksik harus menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya korban atau orang yang terlibat dalam hubungan itu saja? Karena hubungan toksik sejatinya merugikan.Â
Menurut Julianto, et al (2020), seseorang yang terjebak dalam hubungan toksik akan sulit untuk hidup produktif dan sehat.Â
Selain itu, hubungan ini juga menimbulkan konflik batin yang menyebabkan diri lebih mudah tersulut emosi, depresi, hingga merasa cemas.Â
Adanya dampak yang ditimbulkan ini tentu saja dapat merugikan pihak lainnya, tidak hanya korban. Seperti halnya yang dialami oleh Dara, hubungan toksik dapat berupa (1) kekerasan verbal dari pasangan, seperti membuat tuduhan tak berdasar, menghina di depan umum, berbicara kasar, mengancam dengan tatapan mengintimidasi (2) kekerasan seksual, yaitu kekerasan yang melibatkan sesuatu secara fisik, tetapi dalam bentuk bujuk rayu, janji, dan situasi yang bertujuan untuk mengontrol korban, serta (3) kekerasan fisik, bisa berupa memukul, mendorong, dan perilaku fisik yang menyakiti tubuh korban.Â
Bentuk-bentuk kekerasan tersebut tentu saja harus menjadi perhatian banyak pihak di sekeliling korban, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Siapa pun dapat menjadi korban dalam hubungan toksik, baik perempuan maupun laki-laki, karena kasus ini tidak memandang gender tertentu. Namun, ironinya, kasus kekerasan ini lebih banyak dialami oleh perempuan.Â
Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022, tahun 2021 menjadi tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan (2012-2021).Â
Fakta ini tentunya dapat menjadi bukti yang digunakan untuk menumbuhkan kesadaran orang-orang terhadap kasus kekerasan, khususnya dalam hubungan toksik.Â
Lantas, apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam hubungan toksik? Hal ini dapat dilakukan dengan mengenali lebih dalam tanda-tanda, dampak, hingga langkah pencegahan dalam hubungan toksik.
Mengutip dari Julianto, et al (2020), seseorang yang terjerat dalam hubungan toksik akan tidak sadar bahwa ia sedang berusaha menutupi apa yang terjadi.Â
Jadi, bisa dikatakan seperti tindakan manipulatif yang menjadikan korban merasa "baik-baik saja". Bahkan, sebagai korban, seringkali dirinya masih memiliki harapan pada pasangan.Â
Ada dua macam faktor yang menyebabkan korban masih memiliki harapan: (1) masih bersikukuh untuk mempertahankan hubungan meskipun sudah tahu kalau pasangan toksik dan (2) pathways thinking atau merasa masih punya harapan untuk mengubah pasangan ke arah yang lebih baik sehingga hal serupa dapat dihindari di kemudian hari. Korban dalam hubungan toksik akan cenderung merasa tidak bahagia saat menjalani hubungan tersebut.Â
Selain itu, kerugian dalam hubungan toksik akan berdampak pada harga diri seseorang karena diperlakukan dengan tidak semestinya. Korban akan mendapatkan harapan yang rendah pada sebuah hubungan sehingga kualitas hubungan pun rendah.
Jadi, kapan sebaiknya korban mengatakan "berhenti" pada hubungan toksik? Jawabannya adalah ketika korban merasa butuh lebih banyak bahagia tanpa menyakiti diri ataupun pasangan lebih lanjut. Intinya ada pada hakikat untuk menciptakan kebahagiaan diri karena kebahagiaan diciptakan oleh diri sendiri, bukan oleh orang lain.Â
Di sini korban harus menyadari bahwa peran harga diri dan kebahagiaan sangat penting. Semakin tinggi harga diri, maka kebahagiaan seseorang akan semakin meningkat.Â
Maksudnya, ketika korban memiliki harga diri yang tinggi, korban akan cenderung ingin melepaskan hubungan toksik sehingga dapat merasakan kebahagiaan seutuhnya. Signifikansi positif dari kebahagiaan berdampak pada kualitas hubungan itu sendiri.Â
Selain itu, dukungan dan afirmasi positif dari orang-orang di sekitar sangatlah penting, terlebih ketika seseorang telah memiliki pasangan yang dapat mendukungnya di segala situasi selama dalam jalur yang positif.Â
Pasangan yang memiliki harapan tinggi terhadap sebuah hubungan akan cenderung memiliki kemampuan sosial yang baik sehingga dapat berkompromi dan mencari cara untuk menggapai tujuan dan cita-cita bersama dengan pasangannya.
Hubungan toksik sudah seharusnya segera diakhiri. Tidak ada jeda yang patut diberikan dalam lingkaran hubungan tidak sehat tersebut.Â
Dari kisah korban kekerasan oleh petugas PPSU maupun tokoh Dara, dapat diambil kesimpulan bahwa sesuatu yang hilang dalam cinta sudah sepantasnya dilepas, tidak perlu berusaha untuk memperbaikinya jika terlampau toksik.Â
Memang proses melepasnya tidak mudah, tetapi percayalah, ketika kita melepaskan yang sudah sewajarnya dilepaskan, pasti akan ada kebahagiaan lain yang menanti. Setelah hujan badai, pasti akan ada pelangi dengan beragam warna yang menghiasi. You deserve better!Â
Daftar Acuan:
Julianto, Very, Rara A. Cahayani, Shinta Sukmawati, and Eka Saputra Restu Aji. 2020. "Hubungan antara Harapan dan Harga Diri Terhadap Kebahagiaan pada Orang yang Mengalami Toxic Relationship dengan Kesehatan Psikologis." Jurnal Psikologi Integratif 8 (1): 103-115.
Mutiarasari, Kanya Anindita. 2022. Detik News. Agustus 10. Accessed Agustus 12, 2022. https://news.detik.com/berita/d-6226950/6-fakta-petugas-ppsu-aniaya-pacar-sendiri-hingga-melindas.
Perempuan, Komnas. 2022. Kabar Perempuan: Peningkatan Jumlah Kasus KBG di Tahun 2021 Menjadi Alarm Untuk RUU TPKS Segera Disahkan. Accessed Agustus 12, 2022. https://komnasperempuan.go.id/kabar-perempuan-detail/peluncuran-catahu-komnas-perempuan-2022.
 Putri, Lifia Mawaddah. 2022. Yandy Laurens Ungkap "Yang Hilang Dalam Cinta" Merupakan Kisah Nyata. Juli 29. https://www.antaranews.com/berita/3026525/yandi-laurens-ungkap-yang-hilang-dalam-cinta-merupakan-kisah-nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H