Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022, tahun 2021 menjadi tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan (2012-2021).Â
Fakta ini tentunya dapat menjadi bukti yang digunakan untuk menumbuhkan kesadaran orang-orang terhadap kasus kekerasan, khususnya dalam hubungan toksik.Â
Lantas, apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam hubungan toksik? Hal ini dapat dilakukan dengan mengenali lebih dalam tanda-tanda, dampak, hingga langkah pencegahan dalam hubungan toksik.
Mengutip dari Julianto, et al (2020), seseorang yang terjerat dalam hubungan toksik akan tidak sadar bahwa ia sedang berusaha menutupi apa yang terjadi.Â
Jadi, bisa dikatakan seperti tindakan manipulatif yang menjadikan korban merasa "baik-baik saja". Bahkan, sebagai korban, seringkali dirinya masih memiliki harapan pada pasangan.Â
Ada dua macam faktor yang menyebabkan korban masih memiliki harapan: (1) masih bersikukuh untuk mempertahankan hubungan meskipun sudah tahu kalau pasangan toksik dan (2) pathways thinking atau merasa masih punya harapan untuk mengubah pasangan ke arah yang lebih baik sehingga hal serupa dapat dihindari di kemudian hari. Korban dalam hubungan toksik akan cenderung merasa tidak bahagia saat menjalani hubungan tersebut.Â
Selain itu, kerugian dalam hubungan toksik akan berdampak pada harga diri seseorang karena diperlakukan dengan tidak semestinya. Korban akan mendapatkan harapan yang rendah pada sebuah hubungan sehingga kualitas hubungan pun rendah.
Jadi, kapan sebaiknya korban mengatakan "berhenti" pada hubungan toksik? Jawabannya adalah ketika korban merasa butuh lebih banyak bahagia tanpa menyakiti diri ataupun pasangan lebih lanjut. Intinya ada pada hakikat untuk menciptakan kebahagiaan diri karena kebahagiaan diciptakan oleh diri sendiri, bukan oleh orang lain.Â
Di sini korban harus menyadari bahwa peran harga diri dan kebahagiaan sangat penting. Semakin tinggi harga diri, maka kebahagiaan seseorang akan semakin meningkat.Â
Maksudnya, ketika korban memiliki harga diri yang tinggi, korban akan cenderung ingin melepaskan hubungan toksik sehingga dapat merasakan kebahagiaan seutuhnya. Signifikansi positif dari kebahagiaan berdampak pada kualitas hubungan itu sendiri.Â
Selain itu, dukungan dan afirmasi positif dari orang-orang di sekitar sangatlah penting, terlebih ketika seseorang telah memiliki pasangan yang dapat mendukungnya di segala situasi selama dalam jalur yang positif.Â